Website Kuliah : Studi Islam; Pendidikan Islam; Pendidikan Agama Islam; IAIN Palangka Raya
"Hukum Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir"
Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa hal ini diharamkan:
قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
Imam Nawawi mengatakan: “Adapun mensholati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nash Alqur’an dan Ijma’. (al-Majmu’ 5/120).
وقال ابن تيمية رحمه الله: إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع
Ibnu Taimiyah juga mengatakan: Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Alqur’an, Hadits, dan Ijma’. (Majmu’ul Fatawa 12/489)
Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah ta’ala:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (at-Taubah: 113)
وَمَا كَانَ ٱسْتِغْفَارُ إِبْرَٰهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥٓ أَنَّهُۥ عَدُوٌّ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَٰهِيمَ لَأَوَّٰهٌ حَلِيمٌ
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.(at-Taubah: 114)
Sabda Nabi Saw:
أمرت أن لا أستغفر لمن كان كافرا
"Aku diperintahkan agar jangan memohonkan ampunan bagi orang kafir." Lihat : Penjelasan lengkap lihat Tafsir Marah Labid, Syaikh Nawawi, 113-114 Surah At-Taubah.
Ayat 113 menggambarkan sikap mereka terhadap kaum musyrik yang telah pasti kemusyrikannya, yakni mereka memutuskan hubungan keakraban dengan mereka. Karena itu, ayat ini menyatakan bahwa: Tidak patut bagi Nabi saw. dan tidak juga bagi orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah swt. bagi orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah swt. walaupun mereka itu adalah kaum kerabat Nabi atau kerabat orang yang beriman itu sesudah jelas bagi mereka dengan kematian mereka dalam kemusyrikan atau turunnya informasi Allah swt. tentang kemusyrikan mereka. Memang Nabi Ibrahim as pernah mendoakan orangtuanya (pamannya) yang musyrik, tetapi itu, menurut ayat 114, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan oleh Nabi Ibrahim as. kepadanya. Tetapi, tatkala telah jelas tanpa sedikit keraguan pun bahwa orang tuanya itu adalah musuh Allah swt. dengan menyekutukan-Nya, maka dia berlepas diri darinya. Ayat ini ditutup dengan memuji Nabi Ibrahim as. sebagai seorang yang sangat lembut hatinya lagi amat penyantun. Itulah agaknya yang merupakan salah satu dorongan bagi beliau memohonkan pengampunan itu.
Simpulan:
1.Siapa yang jelas kematiannya dalam keadaan menyekutukan Allah swt., maka tidak dibenarkan untuk dido'akan, karena do'a adalah permohonan kepada Allah swt., sedang Allah swt. telah menegaskan penolakannya memberi ampun kepada siapa yang mempersekutukan-Nya (QS. an-Nisâ' [4]: 48). Adapun yang bergelimang dalam dosa selain syirik, maka tidak ada larangan mendoakannya.
2. Betapa pun kasihnya seseorang kepada orang lain yang musyrik, walau ibu bapaknya, namun ia tetap tidak dibenarkan memohonkan ampun baginya.
Lihat Sumber : (Quraish Shihab, Al-Lubab, h. 595-597.)