Sejarah Munculnya Persoalan Teologi Dalam Islam
Sejarah
munculnya telologi dalam Islam, awalnya karena persoalan politik yang
akhirnya membawa kepada persoalan teologi. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, sudah muncul persoalan baru yakni siapa
pengganti setelah beliau sedangkan itu yang tidak ada pemecahannya baik didalam
Al-Qur’an maupun Hadits. Dari sini muncullah suatu pandangan para Sahabat untuk
melakukan jalan ijtihad guna memecahkan permasalahan itu. Sehingga terpilihlah
Abu Bakar As-Sidiq sebagai khalifah pertama pengganti beliau. Setelah Abu
Bakar wafat Umar Bin Khattab lah yang
menggantikan posisi belaiu.
Kemudian pada
masa khalifah Usman bin Affan, akibat dari kebijakan politiknya yang lebih
mementingkan keluarganya dalam mengangkat para pejabat serta memberhentikan
gubernur Mesir yaitu Amr Ibn al-Ash, dari kebijakan itu maka munculkan
pemberontakan sehingga beliau wafat akibat pembunuhan yang direncanakan
pemberontak dari Mesir. Setelah Usman wafat, Ali bin Abi Thalib yang
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah. Masa pemerintahan Ali ini keadaan
sudah kurang mendukung, perebutan kursi khalifah dikalangan para pejabat sering
terjadi, bukan hanya itu ali juga mendapat tuduhan telah ikut serta dalam
pembunuhan Usman. Sehingga hal inilah yang memicu terjadinya perang Jamal
antara pihak Ali dengan Aisyah. Tetapi pihak Ali yang memenangkan perang itu.
Tantangan selanjutnya pihak Ali kembali berhadapan dengan pihak Mua’wiyah bin Abi Sufyan karena Mua’wiyah ingin menuntut balas atas kematian Usman. Ia menuntut agar menghukum orang-orang yang terlibat pembunuhan Usman termasuk Ali, tetapi Ali tidak menghiraukan sehingga terjadi perang Siffin. Pihak Ali hampir menang, tetapi Amr ibn Al-Ash tangan kanan Muawiyah yang terkenal cerdik dan licik melakukan siasat untuk mengadakan “tahkim” berhukum dengan Al-Qur’an guna mengakhiri peperangan. Ali menerima tawaran itu, dan untuk melaksanakan tahkim Ali menunjuk Abu Musa Al-Asy’ari sebagai pengantara sedangkan Muawiyah menunjuk Amr Ibn Al-Ash. Dalam beberapa sejarah mengatakan bahwa pihak muawiyah telah berlaku curang dengan “bertahkim” tidak berhukum dengan Al-Qur’an sehingga pihak Ali yang dirugikan dalam tahkim tersebut.
Tantangan selanjutnya pihak Ali kembali berhadapan dengan pihak Mua’wiyah bin Abi Sufyan karena Mua’wiyah ingin menuntut balas atas kematian Usman. Ia menuntut agar menghukum orang-orang yang terlibat pembunuhan Usman termasuk Ali, tetapi Ali tidak menghiraukan sehingga terjadi perang Siffin. Pihak Ali hampir menang, tetapi Amr ibn Al-Ash tangan kanan Muawiyah yang terkenal cerdik dan licik melakukan siasat untuk mengadakan “tahkim” berhukum dengan Al-Qur’an guna mengakhiri peperangan. Ali menerima tawaran itu, dan untuk melaksanakan tahkim Ali menunjuk Abu Musa Al-Asy’ari sebagai pengantara sedangkan Muawiyah menunjuk Amr Ibn Al-Ash. Dalam beberapa sejarah mengatakan bahwa pihak muawiyah telah berlaku curang dengan “bertahkim” tidak berhukum dengan Al-Qur’an sehingga pihak Ali yang dirugikan dalam tahkim tersebut.
Hasil dari
tahkim dengan tidak berhukum dengan Al-Qur’an itu menjadikan umat islam
terpecah menjadi 3 golongan, yakni golongan Khawarij (orang yang keluar dari
golongan Ali), golongan Syi’ah (pendukung Ali) dan golongan Mua’wiyah
(pendukung Mua’wiyah).
Bagi
golongan khawarij mereka menganggap bahwa mereka yang terlibat dalam tahkim
tersebut telah menjadi kafir karena tidak berhukum dengan Al-Qur’an. Tidak
berhukum dengan Al-Qur’an sama dengan tidak berhukum dengan ketentuan Allah
didalam kitabnya. Seperti dalam Q.S.Al-Maidah : 44
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir”.
Orang-orang yang terlibat dalam tahkim
tersebut adalah Ali bin Abi Thalib, Mua’wiyah bin Abi Sufyan, Amr Ibn Al-Ash
dan Abu Musa Al-Asy’ari serta orang yang mendukung dan menerima tahkim
tersebut. Mereka ini menurut Khawarij adalah “kafir”.
Jadi kalimat “kafir” ini yang dahulunya
adalah orang yang diluar islam, setelah golongan Khawarij muncul, makna “kafir”
itu berubah menjadi orang yang diluar islam tetapi juga orang islam yang tidak
berhukum dengan Al-Qur’an. Ini menjadi persoalan mengemuka pada zaman itu.
Dari sejarah diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa teologi muncul karena
persoalan politik lalu berlanjut pada masalah akidah dan takdir.
Persoalan inilah yang nantinya akan membawa kepada munculnya berbagai aliran
dan paham dalam teologi islam seperti aliran Khawarij, Syi’ah, Murji’ah,
Qadariyah, Jabariyah, Muta’zilah, Asy’ariyah, Matiridiyah dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar