Website Kuliah : Studi Islam; Pendidikan Islam; Pendidikan Agama Islam; IAIN Palangka Raya
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali |
DOSA LISAN: DEBAT KUSIR (SUKA BERBANTAHAN(المراء) DAN PERDEBATAN(الجدال)
Oleh : Abdullah IAIN Palangka Raya
1. Al-Mira, yaitu segala bentuk yang menyangkal pendapat orang lain. (umum)
2. Al-Mujadalah, yaitu menyangkal bertujuan mengalahkan/menjatuhkan pendapat orang lain(spesifik) melalui cara yang tidak disukai.
Suka berdebat merupakan hal yang dilarang
Rasulullah ﷺ bersabda:
لا تمار أخاك ولا تمازحه ولا تعده موعدا فتخلفه( رواه الترمذي)
"Janganlah salah satu dari kalian membantah saudaranya, jangan bergurau(katuju bagayaan) dengannya dan jangan berjanji padanya kemudian engkau ingkari."
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
ما ضل قوم بعد أن هداهم الله إلا أوتوا للجدال(رواه الترمذي)
"Sekelompok kaum yang telah diberi hidayah tidak akan tersesat kecuali mereka dimudahkan melakukan jidal (berdebat)."
Nabi ﷺ Bersabda,:
لا يستكمل عبد حقيقة الإيمان حتى يدع المراء وإن كان محقا.(رواه ابن أبي الدنيا) وعند أحمد بلفظ "لا يؤمن العبد حتى يترك الكذب في المزاحة والمراء وإن كان صادقا".
"Seorang hamba tidak akan bisa menyempurnakan hakikat imannya kecuali meninggalkan perbantahan dan perbedebatan meski ia dipihak yang benar."
Bilal ibn Sa'ad berkata: "Ketika engkau melihat seorang lelaki yang keras kepala, suka berbantah dan mengagumi pendapatnya
sendiri, maka ia adalah orang yang sempurna kerugiannya,"
Ibn Abi Laila berkata: “Aku tidak pernah membantah sahabatku, karena terkadang akan membuat aku mendustakannуa atau membuat ia marah.
Dalil-dalil yang menjelaskan celaan terhadap berbantahan dan berdebat sangat banyak tidak terhitung.
Batasan mira`(المراء) adalah setiap bentuk perlawanan(membahas) terhadap ucapan oranglain dengan menampakkan kesalahan-
kesalahannya, baik dari segi ucapan/lafadz, maknanya atau tujuan orang yang berbicara.
Cara meninggalkan mira` adalah dengan tidak mengingkari dan menentang. Sehingga setiap ucapan yang engkau dengar, ketika benar maka benarkanlah, dan ketika salah atau bohong dan
tidak berhubungan dengan perkara-perkara AGAMA(pada dasarnya perdebatan adalah dilarang kecuali pada hal tertentu)maka diamlah, tidak perlu menentangnya.
Contoh:
1. Urusan dunia/bukan urusan agama: "Seseorang tersalah dalam memberi harakat/baris Bahasa Arab gundul(kesalahan dari bacaan bukan pemaknaan perkara halal/haram, I'tikad(keyakinan) yang sah/tidak sah)".
Demikian juga terkait nama benda, kampung, dan sebagainya yang tidak perlu diperdebatkan, seperti seseorang membantah dengan berkata: "Ibu kota Kalimantan Selatan adalah Balikpapan" jika hal ini bisa membawa dampak buruk seperti, pertengkaran, perbantahan, dan atau merusak hati, maka cukup didengarkan saja perkataannya dan diam tidak perlu dibahas, misalnya kamu jawab :"Itu salah, yang benar Banjarmasin", karena hal ini tidak bermanfaat dalam memperdebatkannya dan bisa membawa bahaya/merusak hati. Juga kebanyakan sekarang ini debat dan komentar pada group-group media sosial, facebook, group wa, IG, twetter, dan lainnya yang tidak membawa manfaat, tidak tahu lawan debat, malahan dapat merusak hati dan pikiran.
3. Hal yang perlu dibenarkan (jika berkaitan urusan agama), seperti seseorang mengatakan "Rukun Islam ada 3(tiga)!" hal ini harus diberi pemahaman dan sampaikan dengan cara yang baik, jangan sampai kita menampakkan punya ilmu yang tinggi, sedangkan dia ilmunya lebih rendah.
Yang wajib saat terjadi perdebatan dalam masalah ilmiah adalah diam, bertanya dengan tujuan mencari faedah, tidak dengan cara membantah dan mengingkari, atau berbicara halus untuk mengingatkan, tidak mencaci
maki dan menyalahkan.
Sedangkan berbicara dengan tujuan
mengalahkan, melemahkan dan merendahkan orang lain dengan mencela ucapannya dan membodoh-bodohkannya adalah perdebatan yang dilarang, dan tidak ada jalan selamat darinya kecuali dengan diam.
Dengan demikian diantara adab berdebat :
1. Jangan sampai menyinggung perasaan orang lain, seperti muka merah, kencang urat leher, menyinggung, dan sebagainya;
2. Berdebat bukan tujuan untuk mengalahkan(mengalahkan lawan bicara, menampakkan kesalahan kesalahan orang, hingga bisa terjadi permusuhan)
3. Berdebat bukan tujuan menampakkan ketinggian Ilmu(sombong), orang lain kurang ilmunya.
4. Perkara yang bermanfaat bagi agama (yang kalau dibiarkan bisa merusak agama)
Tidak ada yang mendorong perdebatan, kecuali merasa UNGGUL/tinggi untuk menampakkan ilmu dan keutamaannya serta menentang/mendesak orang lain dengan menampakkan kekurangannya. Kedua sifat ini membuat binasa.
Perbantahan tidak lepas dari menyakiti orang lain, memancing emosi/amarah, mendorong orang yang menentang agar mengulangi menyakiti orang lain sehingga ia berusaha mempertahankan pendapatnya dengan cara apapun, baik benar ataupun salah, ia akan berusaha mencela lawannya dengan apapun yang bisa menyebabkan suasana tegang dan panas di antaraorang yang berdebat.
Cara mengobati penyakit seperti ini adalah menghilangkan rasa sombong yang menjadi pendorong perdebatan guna menampakkan keutamannya, dan menghilangkan sifat buas/kebinatangan yang menjadi pendorong merendahkan orang lain.
Sumber: Mauizhahtul Mu'minin, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi (Ringkasan Ihya Ulumiddin, Imam Al-Ghazali),Juz 2, h 46-47.
0 komentar:
Posting Komentar