NEGARA MADINAH
(PEMBENTUKAN DAN KEMAJUANNYA
PADA MASA RASULULLAH SAW)
A.
Pendahuluan
Islam adalah sebuah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam dengan Nabi
Muhammad Saw yang menjadi sentral penyebarannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Allah Swt dalam al-Qur'an surah al-Anbiya ayat 107:
Artinya: "Dan Kami tidak mengutus
engkau (Muhammad) melainkan untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya: 107).
Sebagaimana kita ketahui pada periode Mekkah, perkembangan dakwah Nabi
Muhammad Saw banyak mengalami hambatan dan rintangan yang justru berasal dari
kaum bangsawan dan kerabat beliau, sehingga beliau berusaha untuk mencari
sasaran dakwah ke daerah lain – seperti ke daerah Thaif-, namun di sana pun
beliau menuai penolakan dari para penduduknya.
Setelah berbagai macam rintangan beliau rasakan, tibalah suatu
perkembangan besar bagi kemajuan dakwah
Islam, dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah pada
tahun 620 M. Mereka terdiri dari suku Khazraj dan 'Aus, yang pada akhirnya
mereka masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun ke-10 keNabian
setelah peristiwa Isra' Mi'raj. Mereka masuk Islam dengan harapan kedamaian
dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kedua, pada tahun ke-12
kenabian, delegasi Yatsrib yang terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang
suku 'Aus serta seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat yang bernama Aqabah.
Mereka berikrar setia kepada Nabi yang selanjutnya dikenal dengan
perjanjian aqabah pertama. Ketiga, pada musim haji berikutnya jemaah
haji yang datang dari Yastyib berjumlah 73 orang, mereka mengharapkan agar Nabi
berhijrah ke Yatsrib dan mereka berjanji akan membela Nabi Saw dari segala
ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut
perjanjian Aqabah kedua. [1]
Dalam waktu dua bulan, hampir semua kaum muslimin ( kurang lebih 150
orang) telah meninggalkan Mekah. Hanya Ali dan Abu Bakar bersama Nabi Saw yang
masih berada di Mekah. Namun pada akhirnya Nabi Saw dan Abu Bakar pun berhijrah
ke Madinah, yang kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib. Dengan hijrahnya Nabi
Saw dan para Sahabatnya, maka awal periode Madinah pun dimulai.
Merupakan suatu kehormatan bagi Yatsrib -nama sebelum Nabi hijrah- dan
seluruh penduduknya, karena merupakan tempat terpancarnya sinar agama Islam ke
berbagai pelosok belahan dunia. Berdasarkan alasan inilah kemudian Yatsrib
disebut Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya). Selain itu, Yatsrib
juga disebut Madinatun Nabi (Kota Nabi), sebagai penghormatan atas
kedatangan Nabi Saw. yang selanjutnya dalam istilah sehari-hari hanya disebut Madinah.[2]
Agar pembahasan dalam makalah ini menjadi terarah, maka permasalahan
yang akan dibahas difokuskan pada persoalan: 1. Bagaimana gambaran secara
ringkas tentang Madinah? 2. Bagaimana Kondisi Madinah ketika Rasulullah Saw hijrah?
3. Bagaimana Rasulullah Saw membentuk sebuah negara baru? 4. Bagaimana kemajuan
Negara Madinah pada masa Rasulullah Saw?.
B.
Sekilas tentang Madinah
Sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, nama kota itu adalah Yatsrib,
ada yang berpendapat bahwa nama itu berasal dari bahasa Ibrani atau Aram.[3]
Juga dijelaskan di dalam ensiklopedi Islam, Madinah terletak di daerah
Hijaz, bagian dari semenanjung Arab yang terletak di antara Dataran Tinggi Nejd
dan daerah Pantai Tihamah. Terdapat dua kota penting lain selain Madinah di
daerah Hijaz, yaitu Thaif dan Mekah.
Terletak 275 km dari laut merah, Madinah berada di sebuah lembah yang
subur. Di sebelah selatan, kota ini berbatasan dengan Bukit Air; di sebelah
utara dengan Bukit Uhud, dan di sebelah timur dan barat dengan gurun pasir
(Harah).
Bila turun hujan lembah ini menjadi tempat pertemuan aliran-aliran air
yang berasal dari selatan dan Harah sebelah timur. Daerah ini juga memiliki oase-oase yang dapat
dipergunakan untuk lahan pertanian yang dapat menghasilkan antara lain sayur-sayuran
dan buah-buahan seperti kurma, jeruk, pisang, delima, persik, anggur, dan ara.
Karena itu, mayoritas penduduknya hidup dari bercocok tanam di samping
berdagang dan beternak.
Sebelum Islam, penduduk Yatsrib terdiri dari dua suku bangsa, yaitu
bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi yang terkemuka adalah Bani
Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qainuqa. Adapun bangsa Arab yang tinggal di
Yatsrib terdiri dari penduduk setempat dan pendatang dari Arab Selatan yang
pindah ke Yatsrib karena pecahnya Bendungan Ma'arib. Arab pendatang inilah yang
terkemuka di kalangan Arab Yatsrib dan dikenal dengan suku Aus dan Khazraj.
Dari segi ekonomi dan politik, kedudukan Yahudi di Yatsrib dianggap
sebagai yang paling kuat di kalangan penduduk. Pengaruhnya baru mulai berkurang
setelah kedatangan suku Aus dan suku Khazraj. Namun demikian, hingga awal
kedatangan Islam, kaum Yahudi masih mendominasi kehidupan ekonomi Yatsrib, itu
terbukti dengan menguasainya mereka tanah-tanah terbaik dan oase-oase Taima,
Fadak, dan Wadi al-Qura.
Sudah lama terjadi pertentangan antara orang Arab dan Yahudi. Seperti
kita ketahui, bahwa orang Arab sangat menekankan fanatik kesukuan, dan itu
dimanfaatkan oleh kaum Yahudi untuk memecah-belah mereka, hingga akhirnya
terjadilah perang antara suku Aus dan Khazraj yang terkenal dengan perang Bu'ats
pada tahun 618 M.
Seusai perang, baik suku Aus maupun suku Khazraj menyadari akibat dari
permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai. Suku Aus dan suku Khazraj sepakat
mencari juru damai dan sekaligus pemimpin mereka bersama yang bukan berasal
dari salah satu suku mereka, meskipun mereka sebelumnya sepakat untuk
mengangkat Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin mereka. Kepemimpinan yang mereka
dambakan ada pada diri Nabi Muhammad Saw.[4] Hal ini
terjadi karena beberapa orang suku Khazraj pergi ke Mekah pada musim haji 620 M.
mereka bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Inilah awal perubahan yang akan
dialami oleh Yatsrib.
Perlu kita ketahui, penduduk Madinah sudah benyak yang memeluk agama
Islam sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke sana, ini dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama,
berhasilnya delegasi yang diutus oleh Nabi Muhammad Saw bersama rombongan haji
yang kembali ke Yatsrib sesudah baiat aqabah pertama, menyampaikan dakwah
Islam. Dia adalah Mush'ab bin Umair.
Kedua, pada
umumnya mereka sudah mendengar dari kaum Yahudi tentang wahyu, hari pembalasan,
dan bahwa akan diutusnya seorang Nabi,
dan siapa yang menginginkan kemuliaan di dunia dan akherat, tentulah dia
akan mengikuti Nabi itu. Ketika kaum Yahudi kalah dalam pertempuran-pertempuran
melawan bangsa Arab Yatsrib, mereka berkata : "sudah datang masanya
seorang Nabi akan diutus, kami akan mengikuti Nabi itu, dan dengan demikian
kami akan kuat dan dapat mengalahkan kamu".[5]
Ketiga, kerinduan
mereka akan kedamaian di bawah pemimpin yang akan menyatukan mereka. Dan itu
mereka temui pada pribadi Nabi Muhammad Saw, mereka siap menyerahkan jiwa dan
raga untuk membela beliau.
C.
Madinah Ketika Rasulullah
Saw Hijrah
Seperti disinggung di atas, nama Nabi Muhammad Saw sudah menjadi buah
bibir para penduduk Yatsrib, baik yang sudah memeluk Islam maupun yang belum
dan tidak memeluk Islam. Bagi mereka yang memeluk agama Islam, ada kerinduan
yang begitu besar pada jiwa mereka. Ini adalah hal penting bagi perkembangan
dakwah Islam dan pembentukan sebuah negara baru. Secara emosional, penduduk
Yatsrib itu sudah menyerahkan kepemimpinannya kepada Nabi Muhammad Saw, itu
terbukti dari rasa kerinduan dan kekaguman yang begitu besar terhadap pribadi
beliau, di samping itu mereka juga mendambakan pemimpin yang bisa menyatukan
mereka. Akan tetapi, Yatsrib tidak hanya dihuni oleh penduduk yang memeluk
Islam saja. Ada komunitas lain yang tinggal di sana, maka perlu langkah-langkah
politik yang tepat untuk bisa membentuk sebuah Negara yang baru dengan
kemajemukan penduduknya.
Banyak buku-buku sejarah yang menjelaskan tentang betapa penduduk
Yatsrib menantikan kedatangan Nabi Muhammad Saw. Seperti yang digambarkan oleh
Muhammad Husain Haekal di dalam buku yang diterjemahkan dengan judul " Sejarah
Hidup Muhammad" berikut ini:
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu,
berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan
yang lain, sudah tersiar di Yatsrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa
kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti.
Oleh karena itu semua kaum muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan
kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya…[6]
Dapat kita ketahui, betapa besar kecintaan mereka terhadap calon
pemimpin mereka, Bahkan orang-orang terkemuka Yatsrib yang sebelumnya belum
pernah melihat Nabi Muhammad Saw sudah menjadi pengikutnya hanya karena
mendengar dari sahabat-sahabatnya saja. Ini poin penting untuk suksesnya
seorang pemimpin dalam memimpin rakyatnya.
Madinah tatkala beliau hijrah mempunyai kehidupan masyarakat yang
majemuk, dalam berbagai literatur, masyarakat tersebut dibagi menjadi tiga
kelompok. Keadaan yang satu berbeda jauh dengan yang lain, dan beliau juga
harus menghadapi berbagai problem yang berbeda tatkala menghadapi masing-masing
kelompok. Ini membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang cerdas dalam
bertindak dan mengambil keputusan (fathanah). Adapun ketiga golongan tersebut
adalah:
1.
Rekan-rekannya yang suci, mulia,
dan baik.
2.
Orang-orang musyrik yang sama
sekali tidak mau beriman kepada beliau, yang berasal dari berbagai kabilah di
Madinah.
3.
Orang-orang Yahudi.[7]
Golongan pertama meliputi dua kelompok, satu kelompok hidup di tempat
tinggalnya, di rumah dan dengan harta bendanya. Mereka adalah orang-orang
Anshar[8]. Di
antara mereka pun sejak dahulu ada permusuhan, yakni antara suku Aus dan
Khazraj. Di samping mereka ada kelompok lain, yaitu orang-orang Muhajirin yang
keadaannya berbeda dengan Anshar, jumlah mereka hari demi hari semakin
bertambah.
Golongan kedua, mereka adalah orang-orang Musyrik yang menetap di
beberapa kabilah di Madinah. Mereka tidak mampu berkuasa atas orang-orang
Islam. Termasuk di antaranya adalah tokoh munafik yang berpura-pura menampakkan
kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu Abdullah bin Ubay, yang selalu
mengincar kesempatan untuk menghancurkan agama baru ini.
Golongan ketiga, adalah orang-orang Yahudi, yang memandang Islam dengan
mata kebencian dan kedengkian. Karena Islam mampu menyatukan dua suku yang
bertikai yang mereka raup keuntungan dari pertikaiannya. Rasul pun bukan dari
ras mereka, maka gejolak fanatisme rasial kembali menguasai mereka. Bersatunya
seluruh kabilah Arab di Yatsrib di bawah panji Islam tentu akan sangat
merugikan bagi kelangsungan ekonomi, politik dan bisnis mereka.
Ketiga golongan di atas, memerlukan langkah kebijakan yang tepat untuk
terwujudnya kehidupan bernegara yang harmonis.
D.
Membentuk Negara Madinah
Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, maka dimulailah babak baru
dalam perkembangan dakwah Islamiyah. Ketika masih berada di Mekah, perkembangan
Islam banyak menuai halangan dan rintangan, akan tetapi setelah mereka berada
di Madinah, pintu perkembangan Islam terbuka lebar. Nabi Muhammad Saw dan para
sahabatnya bebas untuk mengembangkan sayap-sayap Islam ke berbagai pelosok
daerah dengan berpusat di Madinah. Namun demikian, perlu langkah-langkah
politik yang harus di tempuh dalam menyebarkan agama mulia sekaligus membangun
peradaban yang baru.
Di dalam berbagai literatur, termasuk kitab "Fiqh Sirah" yang
dikarang oleh Doktor Muhammad Sa'id Ramadhan al- Buthi, beliau menjelaskan
bahwa ada tiga langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang merupakan
pondasi atau asas sebuah masyarakat yang baru, yaitu:
1.
Membangun Mesjid
2.
Mempersaudarakan di antara sesama
orang Muslim secara Umum, dan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara
khusus.
3.
Membuat perjanjian
(dustur/peraturan) yang mengatur kehidupan antara sesama muslim, perjanjian
yang menjelaskan hubungan mereka dengan orang diluar Islam secara umum, dan kaum
Yahudi secara khusus.[9]
- Membangun Mesjid
Sebelum Islam datang, sudah menjadi kebiasaan suku-suku Arab menyediakan
suatu tempat untuk pertemuan, untuk mempertontonkan sihir, perkawinan, jual
beli, dan lain-lain. Setelah Islam datang, Nabi Muhammad Saw bermaksud hendak
mempersatukan suku-suku bansa ini dengan jalan menyediakan tempat pertemuan,
maka dibangunlah sebuah mesjid bernama Mesjid Nabawi.
Semula semua aktivitas dilakukan di mesjid, termasuk jual beli, tetapi
pada akhirnya dipisah oleh Nabi Muhammad Saw karena mengganggu aktivitas
beribadah. Mesjid memegang peranan besar untuk mempersatukan kaum Muslimin dan
mempertalikan jiwa mereka. Selain itu, mesjid juga sebagai tempat bermusyawarah
merundingkan masalah-masalah yang akan dihadapi. Mesjid pada masa Nabi Muhammad
Saw bahkan juga berfungsi sebagai pusat untuk menjalankan roda pemerintahan.
-
Mempersaudarakan sesama
Orang Islam
Sistem persaudaraan / mu'akhah yang diterapkan Nabi Muhammad Saw sungguh
sangat mengagumkan, dengan system ini mampu meleburkan semangat fanatisme
kesukuan bangsa Arab. Mereka menjelma menjadi satu batang tubuh yang sama-sama
merasakan sakit apabila salah satu anggotanya sakit.
Tidak diragukan lagi, seseorang akan merasa tercengang melihat gambaran
persaudaraan yang menakjubkan yang tidak pernah terlihat dalam sejarah
bangsa-bangsa lain.
Nabi Muhammad Saw menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu
persaudaraan berdasarkan agama, agar
mereka saling mengasihi, saling mewarisi harta[10], saling
memberikan pertolongan. Makna persaudaraan ini adalah agar fanatisme jahiliyah
menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam.[11] Gambaran
yang seperti inilah yang mewarnai masyarakat yang baru dibangun di Madinah oleh
Nabi Muhammad Saw.
-
Perjanjian
Bantu-membantu antar sesame kaum muslimin dan bukan muslimin
Nabi Muhammad Saw hendak menciptakan suasana Bantu membantu, toleransi
antar golongan tersebut, karena itu beliau membuat perjanjian antar kaum
muslimin dan bukan muslimin, yang dikenal dengan Piagam Madinah. Maksud
dari Piagam Madinah adalah semacam undang-undang yang mengatur berbagai bentuk
hubungan antarwarga yang majemuk.[12]
Menyadari kenyataan warga masyarakat yang majemuk itu, Nabi Muhammad Saw
mengeluarkan ketentuan yang bisa dianggap sebagai konstitusi pertama bagi
sebuah negara yang dikenal dengan piagam madinah.[13] Berikut
ini ringkasannya:
1.
kelompok ini mempunyai pribadi
keagamaan dan politik. Adalah hak kelompok, menghukum orang yang berbuat
kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang patuh.
2.
Kebebasan beragama terjamin buat
semua
3.
Adalah kewajiban penduduk Madinah,
baik kaum Muslimin maupun bangsa Yahudi, bantu-membantu moriil dan materiil.
Mereka bahu-membahu harus menangkis semua serangan terhadap kota mereka
(Madinah)
4.
Rasulullah adalah ketua umum bagi
penduduk Madinah, kepada beliau lah dibawa segala perkara dan perselisihan yang
besar untuk diselesaikan.[14]
Pembentukan umat tersebut dapat diartikan sebagai proklamasi
terbentuknya negara Islam pertama dengan piagam Madinah sebagai undang-undang
dasar, Nabi Muhammad Saw sebagai kepala negara, kota Madinah dan sekitarnya
sebagai wilayahnya, serta orang Islam, Yahudi dan penyembah berhala sebagai
rakyatnya.[15]
Sejak itu Nabi Muhammad Saw menjadikan Madinah sebagai pusat
pemerintahan dan dakwah Islam, tempat mengatur ekspedisi dakwah Islam ke
bangsa-bangsa lain di sekitar Arab, tempat menerima delegasi dari luar Madinah,
tempat mengatur tentara dan menyusun strategi untuk menghadapi kaum kafir
Quraisy dan menghadapi kaum Yahudi yang menghianati piagam Madinah.
-
Meletakkan dasar-dasar
politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan pada periode Madinah terutama
ditujukan pada pembinaan hukum, misalnya surah Ali Imran ayat 159 berkenaan
dengan politik dengan sistem musyawarah.[16]
Kemudian untuk bidang ekonomi, timbul satu sistem yang dapat menjamin
keadilan sosial, seperti yang dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi,
dari Ibnu Abbas :
ليس
المؤمن بالذي يشبع وجاره جائع إلى جنبه.[17]
Dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar yang penting
seperti persamaan antara manusia. Seperti dalam surah al-Hujarat ayat 13,
menjelaskan bahwa manusia itu adalah sama, yang membedakan hanyalah tingkat
ketakwaannya kepada Allah Swt.
Dapat kita bayangkan kondisi umat yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad
Saw, umat yang berada pada posisi teratas dalam akhlak, umat sekaligus negara
yang terbaik yang tidak ada bandingannya di dunia. Dialah generasi awal
terbitnya Islam di Madinah dengan Rasulullah Muhammad Saw, sebagai pimpinannya.
E.
Kemajuan Negara Madinah
pada Masa Rasulullah Saw
Kemajuan yang dicapai Nabi Muhammad Saw, baik dalam hal misi dakwah
beliau maupun perkembangan Madinah sebagai Negara Islam pertama sangatlah
mencengangkan dan mengagumkan, hanya kurang lebih dalam tempo waktu yang
relatif singkat – kurang lebih 10 tahun- beliau sudah mampu mencapai kemajuan
dalam berbagai aspek, baik aspek yang menyangkut rohani para pemeluk agama
beliau, maupun yang bersifat jasmani yang menyangkut kehidupan dan
pemerintahan.
Bangsa Arab adalah bangsa yang tidak akan menyerahkan dirinya kepada
penguasaan bangsa-bangsa lain. Uni sosial dan politik adalah suku-suku, ketika
Islam datang, ia membangun konsep Negara, mengikat suku-suku dan individu di
dalamnya. Negara Madinah didirikan secara total atas dasar ideologi dan
meluaskan (menyebar) untuk mempersatukan semenanjung Arab, untuk pertama
kalinya dalam sejarah di bawah panji-panji Islam. Ini adalah salah satu
kemajuan besar didalam sejarah politik semenanjung Arab.
Bangsa Arab yang semula dikenal dengan istilah "kejahiliahan"
dan "hukum rimbanya" mampu menjelma menjadi bangsa yang mempunyai
keluhuran budi –tercermin dari kehidupan sahabat pada masa Rasulullah Saw,
tabi'in, tabi'it tabi'in yang selalu memegang teguh ajaran beliau-, bangsa yang sederhana dalam kehidupan, tetapi mampu
menggetarkan lawan yang mendengar namanya (Umar bin khaththab, Ali bin Abi
Thalib dll). Mereka semua adalah hasil gemblengan Nabi Muhammad Saw.
Seperti yang kita ketahui, Madinah adalah sentral dakwah, sekaligus
pusat pemerintahan pada masa Rasulullah dan khulafaurrasyidin. Dari sana agama
Islam terpancar ke berbagai penjuru dunia. Tetapi, tentu saja banyak mengalami
berbagai macam problematika dan rintangan yang menghantarkannya kepada
kemajuan. Semakin besar suatu pohon, maka semakin deras dan kencang juga angin
yang akan menerpanya.
Di antara kemajuan-kemajuan yang dicapai Madinah pada masa Nabi Muhammad
Saw, antara lain:
Pertama, dalam
bidang sosial kemasyarakatan, masyarakat Arab mengalami perubahan total,
tingkah laku Jahiliyah berubah menjadi perilaku yang agung dengan akhlak yang
mulia. Mereka menterjemahkan nilai-nilai keislaman dengan tingkah laku. Madinah
pun mulai menjadi perbincangan bangsa-bangsa lain (sejak Nabi Muhammad Saw
mengirimkan utusan ke berbagai daerah untuk menyeru kepada Islam).
Kedua, dalam
bidang ekonomi, sebelum Islam datang ke Yatsrib (madinah), perekonomian
didominasi oleh kaum Yahudi. Setelah Islam datang, perekonomian dipegang penuh oleh
Madinah (apalagi ketika Khaibar dikuasai oleh kaum Muslimin), di samping hasil
Jizyah dari negara-negara yang mengakui kedaulatan Madinah.
Ketiga, dalam
bidang politik, Madinah menjelma menjadi negara yang pantas untuk
diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain, terlebih lagi ketika Nabi Muhammad Saw
mengirim utusan-utusan ke berbagai daerah untuk menyeru kepada Islam, antara
lain ke Iran, Bizantium, Ethiopia, Mesir, Yamamah, Bahrain, dan Hira
(Yordania).[18]
Madinah adalah sebuah negara yang ketentuan hukumnya adalah berasal dari Allah Swt
yang diterjemahkan dan dijelaskan oleh Rasul Nya. Sebuah miniatur negara
percontohan bagi negara yang ingin berkembang dan maju.
Keempat, dalam
bidang pertahanan, lasykar Madinah adalah para prajurut yang lebih mencintai
syahid dari kehidupan dunia yang mampu menggetarkan benteng-benteng pertahanan
musuh. Dalam Islam, perang diizinkan dengan dua alasan: untuk mempertahankan
diri dan melindungi hak miliknya, dan menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.[19] Pada
masa periode Madinah ini, memang banyak peperangan terjadi sebagai upaya untuk
mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya
mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan
calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan
negara yang baru dibentuk.
Kelima, setelah
Fathul Mekah, berbondong-bondong orang-orang masuk ke dalam agama Islam, dan
ini menandakan bahwa mereka siap untuk berada dalam kepemimpinan Nabi Muhammad
Saw dengan berpusat di Madinah. Setelah Fathul Mekah ini, masih ada dua suku
Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin di antara
Taif dan Mekah, dengan ditaklukannya dua suku ini, seluruh Jazirah Arab berada
di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Keenam, Madinah
mencetak cikal-bakal Ilmuan, banyaknya para penghafal al-Qur'an, para
mufassirin dan muhadditsin, serta orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk
ilmu pengetahuan (Ahli Shuffah di Madinah).
Dari perjalanan sejarah ini, dapat kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad
Saw, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin
politik dan administrasi yang cakap. Hanya dengan waktu singkat, beliau
berhasil menundukkan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya. Beliau
meninggal pada hari senin, 12 Rabiul Awal 11 H / 8 Juni 632 M di rumah
isterinya Aisyah.[20]
F.
Kesimpulan
Untuk mengakhiri pembahasan dalam makalah ini, penulis akan menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Madinah sebelum Islam datang
bernama Yatsrib, terletak di daerah Hijaz. Penduduknya terdiri dari bangsa
Yahudi dan bangsa Arab dengan perekonomian didominasi oleh bangsa Yahudi. Sejak
awal bangsa Arab (suku Khazraj dan Aus) diadu domba oleh bangsa Yahudi yang
meraup keuntungan dengannya. Puncaknya adalah terjadi perang Bu'ats pada tahun 618
M. dan ini adalah titik awal masuknya cahaya Islam ke Yatsrib.
2.
Ketika Nabi Muhammad Saw hijrah ke
Madinah, beliau menghadapi berbagai kelompok masyarakat yang berbeda antara
satu dengan yang lain, yaitu: sahabat-sahabat beliau yang terdiri dari Anshar
dan Muhajirin yang mempunyai perbedaan yang signifikan, Orang-orang musyrik
yang sama sekali tidak mau beriman kepada beliau, yang berasal dari berbagai
kabilah di Madinah, dan kaum Yahudi yang tidak bisa dipercaya. Semua itu
memerlukan langkah-langkah bijaksana untuk membinanya dalam sebuah negara Islam
yang akan beliau bangun.
3. Dalam membangun sebuah negara Islam yang
berdaulat, ada tiga langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang
merupakan pondasi atau asas sebuah masyarakat yang baru, yaitu membangun mesjid
sebagai pusat kegiatan ibadah, dakwah dan pemerintahan, mempersatukan kaum
muslimin yang sebelumnya terjebak dalam fanatisme kesukuan dengan sistem
persaudaraan dalam Islam, dan membuat perjanjian bantu-membantu antar sesama kaum muslimin dan bukan muslimin.
4. Kemajuan yang dicapai Madinah pada masa
rasulullah Saw mencakup segala aspek, baik aspek yang menyangkut rohani para
pemeluk Islam, maupun yang bersifat jasmani yang menyangkut kehidupan dan
pemerintahan. Beliau mampu mempersatukan bangsa-bangsa Arab di bawah
panji-panji Islam. Madinah memegang kembali roda perekonomian. Selanjutnya
perkembangan Islam akan dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin, sehingga mampu
merambah dunia dengan pancaran cahaya Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Buthi, Muhammad Sa'id Ramadhan, Fiqh Sirah, Dar
Al-Fikr, 1990.
Al-Mubarakfury, Syaikh
Shafiyurrahman, Ar-Rahiq Al-Makhtum, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi
dengan judul Sirah Nabawiyah, Cet.ke-27; Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2008.
Al-Tabrizi, Al-khatib, Miskat
al- Masabih, Jilid 3-4, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2007.
Haekal, Muhammad Husain, Hayah Muhammad, diterjemahkan
oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup Muhammad, Cet.ke- 17; Jakarta
: PT Pustaka Litera AntarNusa, 1994.
Subhani, Ja'far, Ar-Risalah,
diterjemahkan oleh M. hasyim dan Meth Kieraha dengan judul Sejarah
Kehidupan Rasulullah Saw, Cet.ke-2; Jakarta : PT Lentera Basritama, 1996.
Su'ud, Abu, Islamologi
(Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), Cet.ke-1; Jakarta
: PT Rineka Cipta, 2003.
Syalabi, A., At Tarikhul
Islami wal Hadratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhtar Yahya dengan
judul Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta : PT Pustaka Al-Husna
Baru, 2007.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, Cet. ke-13 ; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
_____, Ensiklopedi Islam, Cet. ke-9 ; Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.
_____, Ensiklopedi Mini,
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta
: Logos Wacana Ilmu, 1998.
[1] Dr. Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, cetakan ketiga
belas), h. 24.
[2] Ibid, h. 25.
[4] Ensiklopedi Mini,
Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 75.
[5] Prof. DR. A. Syalabi, At
Tarikhul Islami wal Hadratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Prof. DR.H.
Mukhtar Yahya dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta : PT
Pustaka Al-Husna Baru, 2007), h. 114.
[6] Muhammad Husain Haekal, Hayah
Muhammad, diterjemahkan oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup
Muhammad, (Jakarta : PT Pustaka Litera AntarNusa, 1994, cetakan
ketujuhbelas), h.187.
[7] Syaikh Shafiyurrahman
Al-Mubarakfury, Ar-Rahiq Al-Makhtum, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi
dengan judul Sirah Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008,
cetakan kedua puluh tujuh), h. 197.
[8] Perlu diketahui, penduduk
setempat / Yatsrib yang menyambut penduduk Mekah yang berhijrah disebut Anshar,
sedangkan orang-orang yang berhijrah dari Mekah ke Madinah disebut Muhajirin.
[10] Waris-mewarisi ini
berlaku hingga perang Badar, lalu turunlah surat Al-Anfal ayat 75 yang
menggugurkan hak saling mewarisi ini, tetapi ikatan persaudaraan tetap berlaku.
[12] Prof.DR. Abu Su'ud, Islamologi
(Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), (Jakarta :
PT Rineka Cipta, 2003, cetakan pertama), h. 39-40.
[17] Al-khatib al- Tabrizi, Miskat
al- Masabih, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2007, jilid 3 & 4),
h.216.
[18] Ja'far Subhani, Ar-Risalah,
diterjemahkan oleh M. hasyim dan Meth Kieraha dengan judul Sejarah
Kehidupan Rasulullah Saw, (Jakarta : PT Lentera Basritama, 1996, cetakan
kedua), h.484.
0 komentar:
Posting Komentar