Website Kuliah: Studi Islam; Pendidikan Islam; Pendidikan Agama Islam; IAIN Palangka Raya

Selasa, 09 Januari 2018

NEGARA MADINAH (PEMBENTUKAN DAN KEMAJUANNYA PADA MASA RASULULLAH SAW)



NEGARA MADINAH
(PEMBENTUKAN DAN KEMAJUANNYA
PADA MASA RASULULLAH SAW)
A.    Pendahuluan
Islam adalah sebuah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam dengan Nabi Muhammad Saw yang menjadi sentral penyebarannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Swt dalam al-Qur'an surah al-Anbiya ayat 107:

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus engkau  (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya: 107).
Sebagaimana kita ketahui pada periode Mekkah, perkembangan dakwah Nabi Muhammad Saw banyak mengalami hambatan dan rintangan yang justru berasal dari kaum bangsawan dan kerabat beliau, sehingga beliau berusaha untuk mencari sasaran dakwah ke daerah lain – seperti ke daerah Thaif-, namun di sana pun beliau menuai penolakan dari para penduduknya.
Setelah berbagai macam rintangan beliau rasakan, tibalah suatu perkembangan besar  bagi kemajuan dakwah Islam, dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah pada tahun 620 M. Mereka terdiri dari suku Khazraj dan 'Aus, yang pada akhirnya mereka masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun ke-10 keNabian setelah peristiwa Isra' Mi'raj. Mereka masuk Islam dengan harapan kedamaian dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kedua, pada tahun ke-12 kenabian, delegasi Yatsrib yang terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku 'Aus serta seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat yang bernama Aqabah. Mereka berikrar setia kepada Nabi yang selanjutnya dikenal dengan perjanjian aqabah pertama. Ketiga, pada musim haji berikutnya jemaah haji yang datang dari Yastyib berjumlah 73 orang, mereka mengharapkan agar Nabi berhijrah ke Yatsrib dan mereka berjanji akan membela Nabi Saw dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjian Aqabah kedua. [1]
Dalam waktu dua bulan, hampir semua kaum muslimin ( kurang lebih 150 orang) telah meninggalkan Mekah. Hanya Ali dan Abu Bakar bersama Nabi Saw yang masih berada di Mekah. Namun pada akhirnya Nabi Saw dan Abu Bakar pun berhijrah ke Madinah, yang kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib. Dengan hijrahnya Nabi Saw dan para Sahabatnya, maka awal periode Madinah pun  dimulai.
Merupakan suatu kehormatan bagi Yatsrib -nama sebelum Nabi hijrah- dan seluruh penduduknya, karena merupakan tempat terpancarnya sinar agama Islam ke berbagai pelosok belahan dunia. Berdasarkan alasan inilah kemudian Yatsrib disebut Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya). Selain itu, Yatsrib juga disebut Madinatun Nabi (Kota Nabi), sebagai penghormatan atas kedatangan Nabi Saw. yang selanjutnya dalam istilah sehari-hari hanya disebut Madinah.[2]
Agar pembahasan dalam makalah ini menjadi terarah, maka permasalahan yang akan dibahas difokuskan pada persoalan: 1. Bagaimana gambaran secara ringkas tentang Madinah? 2. Bagaimana Kondisi Madinah ketika Rasulullah Saw hijrah? 3. Bagaimana Rasulullah Saw membentuk sebuah negara baru? 4. Bagaimana kemajuan Negara Madinah pada masa Rasulullah Saw?.   

B.     Sekilas tentang Madinah
Sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, nama kota itu adalah Yatsrib, ada yang berpendapat bahwa nama itu berasal dari bahasa Ibrani atau Aram.[3]
Juga dijelaskan di dalam ensiklopedi Islam, Madinah terletak di daerah Hijaz, bagian dari semenanjung Arab yang terletak di antara Dataran Tinggi Nejd dan daerah Pantai Tihamah. Terdapat dua kota penting lain selain Madinah di daerah Hijaz, yaitu Thaif dan Mekah.
Terletak 275 km dari laut merah, Madinah berada di sebuah lembah yang subur. Di sebelah selatan, kota ini berbatasan dengan Bukit Air; di sebelah utara dengan Bukit Uhud, dan di sebelah timur dan barat dengan gurun pasir (Harah).
Bila turun hujan lembah ini menjadi tempat pertemuan aliran-aliran air yang berasal dari selatan dan Harah sebelah timur.  Daerah ini juga memiliki oase-oase yang dapat dipergunakan untuk lahan pertanian yang dapat menghasilkan antara lain sayur-sayuran dan buah-buahan seperti kurma, jeruk, pisang, delima, persik, anggur, dan ara. Karena itu, mayoritas penduduknya hidup dari bercocok tanam di samping berdagang dan beternak.
Sebelum Islam, penduduk Yatsrib terdiri dari dua suku bangsa, yaitu bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi yang terkemuka adalah Bani Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qainuqa. Adapun bangsa Arab yang tinggal di Yatsrib terdiri dari penduduk setempat dan pendatang dari Arab Selatan yang pindah ke Yatsrib karena pecahnya Bendungan Ma'arib. Arab pendatang inilah yang terkemuka di kalangan Arab Yatsrib dan dikenal dengan suku Aus dan Khazraj.
Dari segi ekonomi dan politik, kedudukan Yahudi di Yatsrib dianggap sebagai yang paling kuat di kalangan penduduk. Pengaruhnya baru mulai berkurang setelah kedatangan suku Aus dan suku Khazraj. Namun demikian, hingga awal kedatangan Islam, kaum Yahudi masih mendominasi kehidupan ekonomi Yatsrib, itu terbukti dengan menguasainya mereka tanah-tanah terbaik dan oase-oase Taima, Fadak, dan Wadi al-Qura.
Sudah lama terjadi pertentangan antara orang Arab dan Yahudi. Seperti kita ketahui, bahwa orang Arab sangat menekankan fanatik kesukuan, dan itu dimanfaatkan oleh kaum Yahudi untuk memecah-belah mereka, hingga akhirnya terjadilah perang antara suku Aus dan Khazraj yang terkenal dengan perang Bu'ats pada tahun 618 M.
Seusai perang, baik suku Aus maupun suku Khazraj menyadari akibat dari permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai. Suku Aus dan suku Khazraj sepakat mencari juru damai dan sekaligus pemimpin mereka bersama yang bukan berasal dari salah satu suku mereka, meskipun mereka sebelumnya sepakat untuk mengangkat Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin mereka. Kepemimpinan yang mereka dambakan ada pada diri Nabi Muhammad Saw.[4] Hal ini terjadi karena beberapa orang suku Khazraj pergi ke Mekah pada musim haji 620 M. mereka bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Inilah awal perubahan yang akan dialami oleh Yatsrib.
Perlu kita ketahui, penduduk Madinah sudah benyak yang memeluk agama Islam sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah ke sana, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, berhasilnya delegasi yang diutus oleh Nabi Muhammad Saw bersama rombongan haji yang kembali ke Yatsrib sesudah baiat aqabah pertama, menyampaikan dakwah Islam. Dia adalah Mush'ab bin Umair.
Kedua, pada umumnya mereka sudah mendengar dari kaum Yahudi tentang wahyu, hari pembalasan, dan bahwa akan diutusnya seorang Nabi,  dan siapa yang menginginkan kemuliaan di dunia dan akherat, tentulah dia akan mengikuti Nabi itu. Ketika kaum Yahudi kalah dalam pertempuran-pertempuran melawan bangsa Arab Yatsrib, mereka berkata : "sudah datang masanya seorang Nabi akan diutus, kami akan mengikuti Nabi itu, dan dengan demikian kami akan kuat dan dapat mengalahkan kamu".[5]
Ketiga, kerinduan mereka akan kedamaian di bawah pemimpin yang akan menyatukan mereka. Dan itu mereka temui pada pribadi Nabi Muhammad Saw, mereka siap menyerahkan jiwa dan raga untuk membela beliau.

C.    Madinah Ketika Rasulullah Saw Hijrah
Seperti disinggung di atas, nama Nabi Muhammad Saw sudah menjadi buah bibir para penduduk Yatsrib, baik yang sudah memeluk Islam maupun yang belum dan tidak memeluk Islam. Bagi mereka yang memeluk agama Islam, ada kerinduan yang begitu besar pada jiwa mereka. Ini adalah hal penting bagi perkembangan dakwah Islam dan pembentukan sebuah negara baru. Secara emosional, penduduk Yatsrib itu sudah menyerahkan kepemimpinannya kepada Nabi Muhammad Saw, itu terbukti dari rasa kerinduan dan kekaguman yang begitu besar terhadap pribadi beliau, di samping itu mereka juga mendambakan pemimpin yang bisa menyatukan mereka. Akan tetapi, Yatsrib tidak hanya dihuni oleh penduduk yang memeluk Islam saja. Ada komunitas lain yang tinggal di sana, maka perlu langkah-langkah politik yang tepat untuk bisa membentuk sebuah Negara yang baru dengan kemajemukan penduduknya.
Banyak buku-buku sejarah yang menjelaskan tentang betapa penduduk Yatsrib menantikan kedatangan Nabi Muhammad Saw. Seperti yang digambarkan oleh Muhammad Husain Haekal di dalam buku yang diterjemahkan dengan judul " Sejarah Hidup Muhammad" berikut ini:
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yatsrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya…[6]

Dapat kita ketahui, betapa besar kecintaan mereka terhadap calon pemimpin mereka, Bahkan orang-orang terkemuka Yatsrib yang sebelumnya belum pernah melihat Nabi Muhammad Saw sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja. Ini poin penting untuk suksesnya seorang pemimpin dalam memimpin rakyatnya.
Madinah tatkala beliau hijrah mempunyai kehidupan masyarakat yang majemuk, dalam berbagai literatur, masyarakat tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Keadaan yang satu berbeda jauh dengan yang lain, dan beliau juga harus menghadapi berbagai problem yang berbeda tatkala menghadapi masing-masing kelompok. Ini membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang cerdas dalam bertindak dan mengambil keputusan (fathanah). Adapun ketiga golongan tersebut adalah:
1.      Rekan-rekannya yang suci, mulia, dan baik.
2.      Orang-orang musyrik yang sama sekali tidak mau beriman kepada beliau, yang berasal dari berbagai kabilah di Madinah.
3.      Orang-orang Yahudi.[7]
Golongan pertama meliputi dua kelompok, satu kelompok hidup di tempat tinggalnya, di rumah dan dengan harta bendanya. Mereka adalah orang-orang Anshar[8]. Di antara mereka pun sejak dahulu ada permusuhan, yakni antara suku Aus dan Khazraj. Di samping mereka ada kelompok lain, yaitu orang-orang Muhajirin yang keadaannya berbeda dengan Anshar, jumlah mereka hari demi hari semakin bertambah.
Golongan kedua, mereka adalah orang-orang Musyrik yang menetap di beberapa kabilah di Madinah. Mereka tidak mampu berkuasa atas orang-orang Islam. Termasuk di antaranya adalah tokoh munafik yang berpura-pura menampakkan kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu Abdullah bin Ubay, yang selalu mengincar kesempatan untuk menghancurkan agama baru ini.
Golongan ketiga, adalah orang-orang Yahudi, yang memandang Islam dengan mata kebencian dan kedengkian. Karena Islam mampu menyatukan dua suku yang bertikai yang mereka raup keuntungan dari pertikaiannya. Rasul pun bukan dari ras mereka, maka gejolak fanatisme rasial kembali menguasai mereka. Bersatunya seluruh kabilah Arab di Yatsrib di bawah panji Islam tentu akan sangat merugikan bagi kelangsungan ekonomi, politik dan bisnis mereka.
Ketiga golongan di atas, memerlukan langkah kebijakan yang tepat untuk terwujudnya kehidupan bernegara yang harmonis.

D.    Membentuk Negara Madinah
Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, maka dimulailah babak baru dalam perkembangan dakwah Islamiyah. Ketika masih berada di Mekah, perkembangan Islam banyak menuai halangan dan rintangan, akan tetapi setelah mereka berada di Madinah, pintu perkembangan Islam terbuka lebar. Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya bebas untuk mengembangkan sayap-sayap Islam ke berbagai pelosok daerah dengan berpusat di Madinah. Namun demikian, perlu langkah-langkah politik yang harus di tempuh dalam menyebarkan agama mulia sekaligus membangun peradaban yang baru.
Di dalam berbagai literatur, termasuk kitab "Fiqh Sirah" yang dikarang oleh Doktor Muhammad Sa'id Ramadhan al- Buthi, beliau menjelaskan bahwa ada tiga langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang merupakan pondasi atau asas sebuah masyarakat yang baru, yaitu:
1.      Membangun Mesjid
2.      Mempersaudarakan di antara sesama orang Muslim secara Umum, dan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara khusus.
3.      Membuat perjanjian (dustur/peraturan) yang mengatur kehidupan antara sesama muslim, perjanjian yang menjelaskan hubungan mereka dengan orang diluar Islam secara umum, dan kaum Yahudi secara khusus.[9]
- Membangun Mesjid
Sebelum Islam datang, sudah menjadi kebiasaan suku-suku Arab menyediakan suatu tempat untuk pertemuan, untuk mempertontonkan sihir, perkawinan, jual beli, dan lain-lain. Setelah Islam datang, Nabi Muhammad Saw bermaksud hendak mempersatukan suku-suku bansa ini dengan jalan menyediakan tempat pertemuan, maka dibangunlah sebuah mesjid bernama Mesjid Nabawi.
Semula semua aktivitas dilakukan di mesjid, termasuk jual beli, tetapi pada akhirnya dipisah oleh Nabi Muhammad Saw karena mengganggu aktivitas beribadah. Mesjid memegang peranan besar untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Selain itu, mesjid juga sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang akan dihadapi. Mesjid pada masa Nabi Muhammad Saw bahkan juga berfungsi sebagai pusat untuk menjalankan roda pemerintahan.
-          Mempersaudarakan sesama Orang Islam
Sistem persaudaraan / mu'akhah yang diterapkan Nabi Muhammad Saw sungguh sangat mengagumkan, dengan system ini mampu meleburkan semangat fanatisme kesukuan bangsa Arab. Mereka menjelma menjadi satu batang tubuh yang sama-sama merasakan sakit apabila salah satu anggotanya sakit.
Tidak diragukan lagi, seseorang akan merasa tercengang melihat gambaran persaudaraan yang menakjubkan yang tidak pernah terlihat dalam sejarah bangsa-bangsa lain.
Nabi Muhammad Saw menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,  agar mereka saling mengasihi, saling mewarisi harta[10], saling memberikan pertolongan. Makna persaudaraan ini adalah agar fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam.[11] Gambaran yang seperti inilah yang mewarnai masyarakat yang baru dibangun di Madinah oleh Nabi Muhammad Saw.
-          Perjanjian Bantu-membantu antar sesame kaum muslimin dan bukan muslimin
Nabi Muhammad Saw hendak menciptakan suasana Bantu membantu, toleransi antar golongan tersebut, karena itu beliau membuat perjanjian antar kaum muslimin dan bukan muslimin, yang dikenal dengan Piagam Madinah. Maksud dari Piagam Madinah adalah semacam undang-undang yang mengatur berbagai bentuk hubungan antarwarga yang majemuk.[12]
Menyadari kenyataan warga masyarakat yang majemuk itu, Nabi Muhammad Saw mengeluarkan ketentuan yang bisa dianggap sebagai konstitusi pertama bagi sebuah negara yang dikenal dengan piagam madinah.[13] Berikut ini ringkasannya:
1.      kelompok ini mempunyai pribadi keagamaan dan politik. Adalah hak kelompok, menghukum orang yang berbuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang patuh.
2.      Kebebasan beragama terjamin buat semua
3.      Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin maupun bangsa Yahudi, bantu-membantu moriil dan materiil. Mereka bahu-membahu harus menangkis semua serangan terhadap kota mereka (Madinah)
4.      Rasulullah adalah ketua umum bagi penduduk Madinah, kepada beliau lah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.[14]
Pembentukan umat tersebut dapat diartikan sebagai proklamasi terbentuknya negara Islam pertama dengan piagam Madinah sebagai undang-undang dasar, Nabi Muhammad Saw sebagai kepala negara, kota Madinah dan sekitarnya sebagai wilayahnya, serta orang Islam, Yahudi dan penyembah berhala sebagai rakyatnya.[15]
Sejak itu Nabi Muhammad Saw menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan dan dakwah Islam, tempat mengatur ekspedisi dakwah Islam ke bangsa-bangsa lain di sekitar Arab, tempat menerima delegasi dari luar Madinah, tempat mengatur tentara dan menyusun strategi untuk menghadapi kaum kafir Quraisy dan menghadapi kaum Yahudi yang menghianati piagam Madinah.
-          Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan pada periode Madinah terutama ditujukan pada pembinaan hukum, misalnya surah Ali Imran ayat 159 berkenaan dengan politik dengan sistem musyawarah.[16]
Kemudian untuk bidang ekonomi, timbul satu sistem yang dapat menjamin keadilan sosial, seperti yang dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Ibnu Abbas :
ليس المؤمن بالذي يشبع وجاره جائع إلى جنبه.[17]
Dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar yang penting seperti persamaan antara manusia. Seperti dalam surah al-Hujarat ayat 13, menjelaskan bahwa manusia itu adalah sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaannya kepada Allah Swt.
Dapat kita bayangkan kondisi umat yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad Saw, umat yang berada pada posisi teratas dalam akhlak, umat sekaligus negara yang terbaik yang tidak ada bandingannya di dunia. Dialah generasi awal terbitnya Islam di Madinah dengan Rasulullah Muhammad Saw, sebagai pimpinannya.

E.     Kemajuan Negara Madinah pada Masa Rasulullah Saw
Kemajuan yang dicapai Nabi Muhammad Saw, baik dalam hal misi dakwah beliau maupun perkembangan Madinah sebagai Negara Islam pertama sangatlah mencengangkan dan mengagumkan, hanya kurang lebih dalam tempo waktu yang relatif singkat – kurang lebih 10 tahun- beliau sudah mampu mencapai kemajuan dalam berbagai aspek, baik aspek yang menyangkut rohani para pemeluk agama beliau, maupun yang bersifat jasmani yang menyangkut kehidupan dan pemerintahan.
Bangsa Arab adalah bangsa yang tidak akan menyerahkan dirinya kepada penguasaan bangsa-bangsa lain. Uni sosial dan politik adalah suku-suku, ketika Islam datang, ia membangun konsep Negara, mengikat suku-suku dan individu di dalamnya. Negara Madinah didirikan secara total atas dasar ideologi dan meluaskan (menyebar) untuk mempersatukan semenanjung Arab, untuk pertama kalinya dalam sejarah di bawah panji-panji Islam. Ini adalah salah satu kemajuan besar didalam sejarah politik semenanjung Arab.
Bangsa Arab yang semula dikenal dengan istilah "kejahiliahan" dan "hukum rimbanya" mampu menjelma menjadi bangsa yang mempunyai keluhuran budi –tercermin dari kehidupan sahabat pada masa Rasulullah Saw, tabi'in, tabi'it tabi'in yang selalu memegang teguh ajaran beliau-, bangsa  yang sederhana dalam kehidupan, tetapi mampu menggetarkan lawan yang mendengar namanya (Umar bin khaththab, Ali bin Abi Thalib dll). Mereka semua adalah hasil gemblengan Nabi Muhammad Saw.
Seperti yang kita ketahui, Madinah adalah sentral dakwah, sekaligus pusat pemerintahan pada masa Rasulullah dan khulafaurrasyidin. Dari sana agama Islam terpancar ke berbagai penjuru dunia. Tetapi, tentu saja banyak mengalami berbagai macam problematika dan rintangan yang menghantarkannya kepada kemajuan. Semakin besar suatu pohon, maka semakin deras dan kencang juga angin yang akan menerpanya.
Di antara kemajuan-kemajuan yang dicapai Madinah pada masa Nabi Muhammad Saw, antara lain:
Pertama, dalam bidang sosial kemasyarakatan, masyarakat Arab mengalami perubahan total, tingkah laku Jahiliyah berubah menjadi perilaku yang agung dengan akhlak yang mulia. Mereka menterjemahkan nilai-nilai keislaman dengan tingkah laku. Madinah pun mulai menjadi perbincangan bangsa-bangsa lain (sejak Nabi Muhammad Saw mengirimkan utusan ke berbagai daerah untuk menyeru kepada Islam).
Kedua, dalam bidang ekonomi, sebelum Islam datang ke Yatsrib (madinah), perekonomian didominasi oleh kaum Yahudi. Setelah Islam datang, perekonomian dipegang penuh oleh Madinah (apalagi ketika Khaibar dikuasai oleh kaum Muslimin), di samping hasil Jizyah dari negara-negara yang mengakui kedaulatan Madinah.  
Ketiga, dalam bidang politik, Madinah menjelma menjadi negara yang pantas untuk diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain, terlebih lagi ketika Nabi Muhammad Saw mengirim utusan-utusan ke berbagai daerah untuk menyeru kepada Islam, antara lain ke Iran, Bizantium, Ethiopia, Mesir, Yamamah, Bahrain, dan Hira (Yordania).[18] Madinah adalah sebuah negara yang ketentuan hukumnya adalah berasal dari Allah Swt yang diterjemahkan dan dijelaskan oleh Rasul Nya. Sebuah miniatur negara percontohan bagi negara yang ingin berkembang dan maju.
Keempat, dalam bidang pertahanan, lasykar Madinah adalah para prajurut yang lebih mencintai syahid dari kehidupan dunia yang mampu menggetarkan benteng-benteng pertahanan musuh. Dalam Islam, perang diizinkan dengan dua alasan: untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.[19] Pada masa periode Madinah ini, memang banyak peperangan terjadi sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk.
Kelima, setelah Fathul Mekah, berbondong-bondong orang-orang masuk ke dalam agama Islam, dan ini menandakan bahwa mereka siap untuk berada dalam kepemimpinan Nabi Muhammad Saw dengan berpusat di Madinah. Setelah Fathul Mekah ini, masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Mekah, dengan ditaklukannya dua suku ini, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
Keenam, Madinah mencetak cikal-bakal Ilmuan, banyaknya para penghafal al-Qur'an, para mufassirin dan muhadditsin, serta orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan (Ahli Shuffah di Madinah).
Dari perjalanan sejarah ini, dapat kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dengan waktu singkat, beliau berhasil menundukkan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya. Beliau meninggal pada hari senin, 12 Rabiul Awal 11 H / 8 Juni 632 M di rumah isterinya Aisyah.[20]

F.     Kesimpulan
Untuk mengakhiri pembahasan dalam makalah ini, penulis akan menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Madinah sebelum Islam datang bernama Yatsrib, terletak di daerah Hijaz. Penduduknya terdiri dari bangsa Yahudi dan bangsa Arab dengan perekonomian didominasi oleh bangsa Yahudi. Sejak awal bangsa Arab (suku Khazraj dan Aus) diadu domba oleh bangsa Yahudi yang meraup keuntungan dengannya. Puncaknya adalah terjadi perang Bu'ats pada tahun 618 M. dan ini adalah titik awal masuknya cahaya Islam ke Yatsrib.
2.      Ketika Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, beliau menghadapi berbagai kelompok masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu: sahabat-sahabat beliau yang terdiri dari Anshar dan Muhajirin yang mempunyai perbedaan yang signifikan, Orang-orang musyrik yang sama sekali tidak mau beriman kepada beliau, yang berasal dari berbagai kabilah di Madinah, dan kaum Yahudi yang tidak bisa dipercaya. Semua itu memerlukan langkah-langkah bijaksana untuk membinanya dalam sebuah negara Islam yang akan beliau bangun.
3. Dalam membangun sebuah negara Islam yang berdaulat, ada tiga langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang merupakan pondasi atau asas sebuah masyarakat yang baru, yaitu membangun mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah, dakwah dan pemerintahan, mempersatukan kaum muslimin yang sebelumnya terjebak dalam fanatisme kesukuan dengan sistem persaudaraan dalam Islam, dan membuat perjanjian bantu-membantu antar sesama  kaum muslimin dan bukan muslimin.
4. Kemajuan yang dicapai Madinah pada masa rasulullah Saw mencakup segala aspek, baik aspek yang menyangkut rohani para pemeluk Islam, maupun yang bersifat jasmani yang menyangkut kehidupan dan pemerintahan. Beliau mampu mempersatukan bangsa-bangsa Arab di bawah panji-panji Islam. Madinah memegang kembali roda perekonomian. Selanjutnya perkembangan Islam akan dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin, sehingga mampu merambah dunia dengan pancaran cahaya Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Buthi,  Muhammad Sa'id Ramadhan, Fiqh Sirah, Dar Al-Fikr, 1990.

Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman, Ar-Rahiq Al-Makhtum, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi dengan judul Sirah Nabawiyah, Cet.ke-27; Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Al-Tabrizi, Al-khatib, Miskat al- Masabih, Jilid 3-4, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2007.

Haekal, Muhammad Husain, Hayah Muhammad, diterjemahkan oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup Muhammad, Cet.ke- 17; Jakarta : PT Pustaka Litera AntarNusa, 1994.

Subhani, Ja'far, Ar-Risalah, diterjemahkan oleh M. hasyim dan Meth Kieraha dengan judul Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Cet.ke-2; Jakarta : PT Lentera Basritama, 1996.

Su'ud, Abu, Islamologi (Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), Cet.ke-1; Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003.

Syalabi, A., At Tarikhul Islami wal Hadratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhtar Yahya dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta : PT Pustaka Al-Husna Baru, 2007.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. ke-13 ; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

_____,  Ensiklopedi Islam, Cet. ke-9 ; Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.

_____, Ensiklopedi Mini, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998.



[1] Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, cetakan ketiga belas), h. 24.
[2] Ibid, h. 25.
[3]  Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, cetakan kesembilan), h.101.
[4] Ensiklopedi Mini, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 75.
[5]  Prof. DR. A. Syalabi, At Tarikhul Islami wal Hadratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Prof. DR.H. Mukhtar Yahya dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta : PT Pustaka Al-Husna Baru, 2007), h. 114.
[6]  Muhammad Husain Haekal, Hayah Muhammad, diterjemahkan oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta : PT Pustaka Litera AntarNusa, 1994, cetakan ketujuhbelas), h.187.
[7]  Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, Ar-Rahiq Al-Makhtum, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi dengan judul Sirah Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008, cetakan kedua puluh tujuh), h. 197.
[8]  Perlu diketahui, penduduk setempat / Yatsrib yang menyambut penduduk Mekah yang berhijrah disebut Anshar, sedangkan orang-orang yang berhijrah dari Mekah ke Madinah disebut Muhajirin.
[9]  DR. Muhammad Sa'id Ramadhan al- Buthi, Fiqh Sirah, (Dar Al-Fikr, 1990), h. 193.
[10]  Waris-mewarisi ini berlaku hingga perang Badar, lalu turunlah surat Al-Anfal ayat 75 yang menggugurkan hak saling mewarisi ini, tetapi ikatan persaudaraan tetap berlaku.
[11]  Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, op.cit, h. 206.
[12] Prof.DR. Abu Su'ud, Islamologi (Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2003, cetakan pertama), h. 39-40.
[13]  Ibid, h. 41.
[14]   Prof. DR. A. Syalabi, op.cit, h.104.
[15]  Ensiklopedi Islam, op.cit. h. 103.
[16]  Ibid, h.105.
[17]  Al-khatib al- Tabrizi, Miskat al- Masabih, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2007, jilid 3 & 4), h.216.
[18] Ja'far Subhani, Ar-Risalah, diterjemahkan oleh M. hasyim dan Meth Kieraha dengan judul Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, (Jakarta : PT Lentera Basritama, 1996, cetakan kedua), h.484.
[19]  Badri Yatim, op.cit., h.27.
[20]  Ibid, h. 33.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Web Kuliah Abdullah | Powered by Blogger | Design by ronangelo Theme Editor: Abdullah Jejangkit | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com