Website Kuliah: Studi Islam; Pendidikan Islam; Pendidikan Agama Islam; IAIN Palangka Raya

Selasa, 09 Januari 2018

RASULULLAH: PEMIMPIN AGAMA DI MAKKAH




 
RASULULLAH: PEMIMPIN AGAMA DI MAKKAH
 
A.    PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan merupakan agama yang terakhir dan satu-satunya diakui oleh Allah swt.
Agama islam ini sebagai pengganti agama-agama pendahulunya seperti Agama Nasrani yang dibawa olah Nabi Isa as. Agama terakhir ini pun sebagai agama penyempurna dari agama-agama pendahulunya.
 Agama islam diturunkan di Makkah karena pada saat itu Makkah merupakan  tempat kaum Jahiliyah yang hidup dalam kesesatan. Untuk menghilangkan kesesatan tersebut Islam datang dengan ajaran-ajaran Ilahiyah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Ajaran islam tidak hanya tentang ketuhanan saja namun sampai kepada ajaran tentang persamaan hak manusia. Tetapi ajaran Islam tersebut menuai penolakan yang silih berganti dari kaum kafir Quraisy sebagai penduduk mayoritas Makkah saat itu.
Penolakan-penolakan tersebut terjadi terus menerus dari penolakan ringan seperti mendustakan ajaran islam dan memperolok Nabi Muhammad saw. sampai penolakan keras dengan cara perencanaan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad saw. Walaupun besarnya penolakan tersebut Nabi Muhammad saw. tetap tabah dan melaksanakan dakwanya kepada masyarakat Makkah. Berbagai cara Nabi Muhammad melakukan dakwahnya dari sembunyi-sembunyi sampai yang terang-terangan.
1
 
Agar pembahasan dalam makalah ini menjadi terarah, maka permasalahan dalam makalah ini akan di fokuskan pada persoalan: Bagaimana gambaran Makkah sebelum kerasulan? Bagaimana kehidupan Nabi Muhammad sebelum kerasulan? Bagaimana cara dakwah Nabi Muhammad kepada kaumnya? Apa respon kaum Quraisy Makkah  terhadap ajaran Islam? Dan Apa faktor-faktor yang mengakibatkan penolakan ajaran Islam?
B.     MAKKAH SEBELUM ISLAM
Makkah merupakan salah satu kota di Hijaz, nama Makkah berasal dari bahasa Saba yaitu “Makuraba” yang mempunyai arti tempat suci. Dari arti kata tersebut Makkah merupakan kota suci yang dijadikan tempat pusat keagamaan jauh sebelum kedatangan Rasulullah menyampaikan Risalahnya.[1] Hal ini dikarenakan di Makkah terdapat tempat suci yang menjadi pusat peribadatan yaitu Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim beserta puteranya Nabi Ismail AS.
Makkah juga merupakan kota penting di Jazirah arab, hal ini dikarenakan dengan letak dan tradisinya. Makkah terletak di jalur perdagangan yang menghubungkan antara Yaman dan Syiria.[2] Kota Makkah terletak di perut lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais) dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qa’aiqa’ dan keduanya berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah. Dan dikenal bagian yang rendah dari lembah tersebut dengan Al-Bathhaa’ yang ada padanya Ka’bah dan dikelilingi oleh rumah-rumah orang Quraisy, sedangkan bagian yang tinggi dikenal dengan Al-Mu’alaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang Quraisy Dzawahir yaitu orang-orang pedalaman (A’rob) Quraisy yang miskin dan merupakan serdadu-serdadu perang, akan tetapi mereka ini di bawah kaum Quraisy Batha’ (yang tinggal di batha’) dalam kebudayaan, kekayaan dan martabatnya.
Dalam bidang ekonomi masyarkat Makkah mayoritas merupakan sebagai pedagang, Mereka membawa dagangannya keliling ke berbagai daerah. Di dalam Al-Qur’an pernah menceritakan hal tersebut yaitu:
É#»n=ƒ\} C·÷ƒtè% ÇÊÈ   öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ  
Artinya
1. karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
(QS: Al Quraisy 1 – 2)

Orang Quraisy biasanya Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. Selain berdagang kaum Quraisy juga berperan sebagai duta keliling bagi masyarakat Makkah, sekalipun dalam perjalannya tersebut tidak ada yang mengirimnya secara resmi.[3] Hal ini digunakan untuk memperkenalkan Ka’bah sebagai pusat peribadatan sehingga banyak masyarakat arab yang mengunjunginya.
Agama mayoritas penduduk Makkah sebelum masuknya Islam adalah penyembah berhala. Sedangkan orang yang pertama kali membawa berhala ke Makkah adalah ‘Amr bin Luhay al-Khuza’I ketika Bani Khuza’ah berkuasa di Makkah. Berhala tersebut dibawa dari Syam dan kemudian agama berhala ini terus berkembang pesat diantara masyarakat Makkah.[4] Berhala yang terbanyak terdapat di Ka’bah yang berjumlah 360 buah yang mengelilingi berhala utama yg bernama Hubal.[5] Sehingga Agama yang dibawa Nabi Ibrahim hilang kemayoritasannya dan hanya tersisa dalam pengagunggan Baitullah.
Dalam bidang ilmu pengetahuan penduduk makkah tergolong ketinggalan, ini terlihat dari kota Makkah yang hanya memiliki 17 orang yang pandai membaca dan menulis.[6] Hal ini disebabkan karena penduduk Arab ketika itu lebih suka menghafal dari pada membaca atau menulis sehingga semua syair-syair yang dibuat ketika itu hanya dihafal saja dan juga dengan kebiasaan mereka yang suka menghafal Nasab atau keturunan.[7] Sehingga sampai saat ini sangat sulit sekali melacak sejarah Makkah sebelum Islam. Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun sebelum kedatangan Islam.[8]


C.    KEHIDUPAN NABI MUHAMMAD SEBELUM KERASULAN
Nabi Muhammad berasal  dari keturunan para pendahulu yang di muliakan oleh Allah swt. Nasab Nabi Muhammad adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Galib bin Fihr bin Malik bin Al Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Nadhr bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan.[9]
 Nabi Muhammad lahir di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awwal  di suatu tempat yang tidak begitu jauh dengan Ka’bah pada tahun Gajah yaitu bertepatan dengan datangnya tentara bergajah yang dipimpin oleh Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah. Semenjak lahir, beliau tidak pernah melihat ayahnya karena meninggal ketika Nabi Muhammad masih dalam kandungan  sedangkan ibunya meninggal pada saat beliau berumur 6 tahun. Oleh karena itu kakeknya Abdul Muthallib yang mengasuh dan membesarkannya.
Muhammad kecil disusukan kepada Halimah binti Dzuaib As Sa’diyah, hal ini merupakan menjadi tradisi orang Arab yaitu menyusukan anaknya kepada orang lain.[10]  Pada masa remajanya dipergunakan sehari-hari untuk mengembala kambing baik kambing keluarganya maupun kambing penduduk Makkah. Melalui kegitan itulah Nabi Muhammad mulai berpikir dan merenung[11]. Ketika kakeknya meninggal maka nabi Muhammad disuh oleh Abu Thalib dan ketika itu nabi Muhammad berusia 8 tahun. Abu Thalib memberikan pendidikan kepadanya dan mengarahkannya terjun ke dunia bisnis sehingga Nabi Muhammad bepergian bersama Abu thalib berniaga ke negeri Syam.
Kepergian Nabi Muhammad ke Negeri Syam pertama kali pada usia 12 tahun dengan membawa barang-barang dagangan Khadijah dan berkat kelihaian cara berdagang beliau mendapat untung yang sangat besar yang belum pernah diterima oleh Khadijah sebelumnya dan ini menambah eratnya hubungan antara Khadijah dengan Nabi Muhammad. Selain itu Khadijah tertarik dengan Nabi Muhammad karena keluhuran budi pekertinya yang melebihi pemuda mana pun di Makkah.[12] Hubungan erat ini berakhir ketika nabi Muhammad mengawini Khadijah yang kala itu usia Muhammad 25 tahun dan Khadijah berusia 40 tahun.
Pada saat Nabi Muhammad berusia 35 tahun, terjadi peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi Muhammad, yaitu pada saat Ka’bah rusak berat. Orang-orang Makkah secara gotong-royong memperbaikinya. Akan tetapi pada saat peletakkan Hajar Aswad mereka bertengkar tentang siapa yang lebih berhak memindahkan Hajar Aswad. Akhirnya mereka sepakat bahwa “barang siapa yang masuk pertama ke Ka’bah melalui pintu Shafa maka dia berhak meletakan Hajar Aswad tersebut atau berhak memutuskan siapa yang berhak meletakkannya”. Pada waktu itu orang pertama yang masuk ke dalam Ka’bah melalui Shafa adalah Nabi Muhammad, tapi dengan kebijaksanaan Nabi Muhammad, Hajar Aswad tersebut diletakkan secara bersama-sama dengan cara Hajar Aswad diletakkan di sebuah kain yang terbentang kemudian seluruh kepala suku memegang setiap ujungnya dan membawanya bersama-sama ke Ka’bah.[13]  
Setelah mengawini Khadijah Nabi Muhammmad sering menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat yang dikenal dengan kerendahann moral mereka. Nabi Muhammad, di samping tidak pernah berbuat dosa (ma’shum) beliau juga selalu beribadah dan berkhalwat atau menyendiri. Tempat yang beliau pilih adalah Gua Hira, sebuah goa yang terletak di puncak gunung hira berjarak 6 km dari kota Makkah.[14]  Kepergiannya ke tempat itu untuk menyucikan jiwanya dan mengikis keragu-raguan yang ada dalam dirinya dan juga lantaran kerinduan untuk mencari kebenaran (tahannus dan tahannuf). Pada saat inilah  Nabi Muhammad. Menerima wahyu pertama sebagai legitimasi beliau menjadi Rasul. Ayat pertama adalah surah Al-‘Alaq ayat 1-5 pada tanggal 17 Ramdhan. Hal ini terjadi menjelang usia Nabi Muhammad yang ke 40.
Sebelum melakukan penyendirian tersebut, sebenarnya Nabi Muhammad pernah menerima saran dan dukungan dari seorang Hanif- pengikut Monotheisme Arabian yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa namun bukan sebagai pengikut yahudi atau nasrani. Dia mengajarkan kepada Muhammad tentang kesia-siaan penyembahan berhala.[15]
D.    DAKWAH RASULULLAH DAN TANGGAPAN KAUM MAKKAH
Ketika wahyu pertama turun, Nabi belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah swt. Jibril tidak lagi datang untuk beberapa waktu lamanya sehingga Rasulullah amat pilu dan sedih.[16]  Pada saat sedang menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua surah Al-Mudatstsir ayat 1-7, yang menjelaskan akan tugas Rasulullah saw. untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah swt. 
Dengan perintah tersebut Rasulullah SAW mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang beriman dan mengikutinya ialah Khadijah, disusul Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Setelah itu beliau menyeru kepada Abu Bakar. Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar beberapa teman dekatnya juga masuk Islam yaitu Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah.[17]
Tiga tahun lamanya Rasulullah saw. melakukan dakwah secara rahasia. Kemudian turunlah firman Allah swt., surat Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan agar Rasulullah berdakwa secara terang-terangan. Pertama kali seruan yang bersifat umum ini beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk Makkah baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya. Setelah itu pada kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Makkah untuk mengerjakan haji. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam.  Demikianlah perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat untuk meyakinkan orang Makkah bahwa agama Islamlah yang benar dan berasal dari Allah swt, akan tetapi kebanyakan orang-orang kafir Quraisy di Mekkah menentang ajaran Nabi Muhammad SAW tersebut yang mereka anggap ajaran baru, salah satunya dengan cara mengatakan bahwa Muhammad sudah gila dan penyihir.[18]
Dengan adanya dakwah Nabi secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Makkah, maka banyak penduduk Makkah yang mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an yang sangat hebat, memiliki bahasa yang terang (fasihat) serta menarik. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Dengan usaha yang serius pengikut Nabi Muhammad saw. bertambah, sehingga pemimpin kafir Quraisy yang tidak suka bila Agama Islam menjadi besar dan kuat berusaha keras untuk menghalangi dakwah Nabi dengan melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap orang mukmin.
Banyak hal yang dilakukan para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi. Pada mulanya mereka mengira bahwa kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib. Mereka mengancam dan menyuruh Abu Thalib untuk memilih dengan menyuruh Nabi berhenti berdakwa atau menyerahkannya pada orang kafir Quraisy. Karena cara–cara diplomatik dan bujuk rayu gagal dilakukan, akhirnya para pemimpin Quraisy melakukan tindakan fisik yang sebelumnya memang sudah dilakukan namun semakin ditingkatkan. Apabila orang Quraisy tahu bahwa dilingkungannya ada yang masuk Islam, maka mereka melakukan tindakan kekerasan yang semakin intensif lagi. Para budak-budak yang masuk islam menjadi bahan siksaan para pembesar Kafir Quraisy sehingga banyak pemeluk Islam yang mati memegang teguh keislamannya.[19]
Kekejaman yang dilakukan oleh peduduk kafir Quraisy Mekkah terhadap kaum muslimin mendorong Nabi Muhammad saw. untuk mengungsikan sahabat–sahabatnya keluar Makkah. Sehingga pada tahun ke-5 kerasulan Nabi Muhammad saw. menetapkan Habsyah (Etiophya)[20] sebagai negeri tempat untuk mengungsi, karena Negus rajanya pada saat itu sangat adil walaupun dia beragama Nasrani.[21] Namun kafir Quraisy tidak terima dengan perlakuan tersebut, maka mereka berusaha menghalangi hijrah ke Habsyah dengan membujuk raja Habsyah agar tak menerima kaum muslimin, namun gagal.
Ditengah-tengah sengitnya kekejaman itu dua orang kuat Quraisy masuk. Islam yaitu Hamzah dan Umar bin khattab sehingga memperkuat posisi umat Islam. Hal ini memperkeras reaksi kaum Quraisy Mereka menyusun strategi baru untuk melumpuhkan kekuatan Muhammad saw. yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Persetujuan dilakukan dan ditulis dalam bentuk piagam dan disimpan dalam Ka’bah. Akibatnya Bani Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya. Hal ini terjadi pada tahun ke –7 kenabian dan berlangsung selama 3 tahun[22] yang merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan ini berhenti setelah para pemimpin Quraisy sadar terhadap tindakan mereka yang terlalu. Namun selang beberapa waktu Abu Thalib meninggal Dunia, tiga hari kemudian istrinya, Khodijah pun wafat. Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad (Amul Huzni). Sepeninggal dua orang pendukung tersebut kaum Quraisy tak segan– segan melampiaskan amarahnya. Karena kaum Quraisy tersebut, Nabi berusaha menyebarkan Islam keluar kota, namun Nabi Muhammad saw. malah diejek, disorak bahkan dilempari batu hingga terluka di bagian kepala dan badan.
Pada suasana menyedihkan tersebut Allah swt. Menghibur Rasulullah dengan mengisra’ mi’raj-kan yang terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Berita tentang Isra’ Mi’raj ini menggemparkan ke seluruh masyarakat  Makkah, ada yang percaya dengan peristiwa ini tapi banyak yang mendustakannya. Bagi kaum kafir Quraisy hal ini merupakan kesempatan untuk mempropagandakan dalam pendustaan kepada Rasulullah namun bagi umat Islam hal ini merupakan ujian keimanan.[23] Salah seorang sahabat rasulullah yang dengan tegas mengimani Isra’ Mi’raj adalah Abu Bakar sehingga mulai saat itu dia mendapat kan gelar Al-Siddik.[24]
Kekejaman Kafir Quraisy sampai pada rencana pembunuhan Rasulullah.[25] Untuk menghindari hal tersebut maka Rasulullah berhijrah ke Madinah beserta para kaum Muslimin guna meluaskan ajaran Islam di kalangan Masyarakat Madinah.
E.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AJARAN RASULULLAH DI MAKKAH.

Ketika Rasulullah menyampaikan dakwah sembunyi-bunyi kaum kafir Quraisy tidak mengira bahwa ajaran Rasulullah akan berhasil dan diikuti oleh banyak dari penduduk Makkah. Namun setelah ajaran Rasulullah mendapat respon dan diikuti oleh penduduk Makkah kaum Kafir Quraisy melancarkan aksi-aksinya untuk menghalagi tersebarnya ajaran Islam ini.
Adapun hal-hal yang menyebabkan penolakan ajaran Rasulullah adalah sebagai berikut:
a.       Persaingan Memperebutkan Kekuasaan
Kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan atau antara kenabian dan kerajaan. Mereka menganggap bahwa bahawa pemimpin keagamaan akan merangkap menjadi pemimpin pemerintahan sehingga tunduk kepada agama Muhammad adalah berarti tunduk kepada kekuasaan Abdul Muthallib. Sedangkan suku-suku Quraisy selalu bersaing untuk memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Dengan hal itu maka kekuasaan mereka akan hilang di Makkah apabila mengikuti ajaran Muhammad.
b.      Penyamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya
Bangsa Arab di Makkah hidup berkasta-kasta, tiap-tiap manusia  digolongkan kepada kasta yang tidak boleh dilampauinya. Tetapi ajaran Rasulullah memberikan hak yang sama kepada manusia dan menggabungkan semua suku-suku dalam satu ikatan[26] dengan hak dan kewajiban yang sama . Hak yang sama inilah suatu dasar yang penting dalam ajaran Islam, karena itu kasta bangsawan dari kaum Quraisy enggan menganut ajaran Islam karena mereka menganggap akan meruntuhkan tradisi dan dasar  kehidupan mereka. Tidak hanya itu saja hal yang mempengaruhinya adalah karena pada kasta bangsawan para bangsawan memperoleh keistimewaan-keistimewaan di kalangan penduduk Makkah, seperti pengelolaan ka’bah yang menghasilkan keuntungan yang sangat besar dari para peziarah Ka’bah.
c.       Takut dibangkit
Agama islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat, manusia akan dibangkitkan dari kuburnya, dan bahwa perbuatan akan dihisab. Orang yang berbuat baik, kebaikannya itu akan dibalas, sebagaimana orang-orang berdosa akan disiksa karena kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya. Kaum Quraisy tak dapat menerima agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia akan hidup kembali setelah mati.
d.      Taklid dengan nenek Moyang
Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta  dan mengikuti langkah-langkah mereka dalam soal-soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab. Karena itu amat beratlah terasa oleh mereka meningggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama baru.
e.       Hilangnya perniagaan Berhala
Salah satu usaha orang makkah adalah memahat atau membuat patung berhala yang menggambarkan  Latta, Uzza, manah dan Hubal yang mereka yakini sebagai Tuhan semesta alam. Berhala-berhala tersebut dijual kepada para jamaah-jamaah  haji yang beribadah di Ka’bah. Para jamaah  tersebut membelinya untuk mengaharapkan kesempurnaan berhala, berkah ataupun hanya sekedar kenang-kenangan dari Makkah. Dengan ajaran Rasulullah yang melarang adanya Berhala maka para saudagar-saudagar Berhala merasa dirugikan oleh rasulullah dan selanjutnya menentang ajaran tersebut.[27]
F.     PENUTUP
Dari pembahasan makalah ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Makkah merupakan salah satu kota penting di hijaz, hal ini dikarenakan letaknya yang strategis yang menjadi jalur perdagangan antara yaman dan Syiria. Selain itu. Makkah juga menjadi kota suci karena pada saat itu Makkah menjadi pusat peribadatan yang bertempat di Ka’bah.
2.      Agama penduduk Makkah mayoritas adalah penyembah berhala. Agama ini sudah ada sejak Bani Khuza’ah berkuasa di Makkah ketika Amr bin Luhay Al-Khuza’I membawa berhala dari Syam dan kemudian meletakkannya di Ka’bah. Agama ini bertahan sampai turunya Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw.
3.      Nabi Muhammad adalah keturunan bani hasyim yang dijaga kemuliaan nasabnya oleh Allah swt. Selain itu Nabi Muhammad adalah seorang yang mempunyai sikap, prilaku dan kebijaksanaan yang melebihi semua orang yang ada di Makkah sehingga Khadijah seorang perempuan kaya raya tertarik kepadanya dan akhirnya mereka menikah. Setelah pernikahan itu Nabi Muhammad sering menyendiri di Gua Hira sampai akhirnya mendapatkan wahyu yang diturunkan oleh Allah yaitu surah Al ‘Alaq ayat 1-5.
4.      Dakwah Rasulullah dalam menyampaikan ajarannya dilakukan secara bertahap. Mula-mula bersifat sembunyi-sebunyi kepada orang-orang terdekat dan kemudian dilakukan secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Makkah. Meliaht hal itu para suku Quraisy marah dan mencoba berbagai cara untuk menghenttikan dakwah tyersebut namun tidak berhasil.
5.      Ada beberapa factor yang menyebabkan penolakan suku Quraisy terhadap ajaran Rasulullah yaitu:
a.       Materi dan Kekuasaan
Kaum Quraisy sangat takut kehilangan materi (penghasilan) karena ajaran Rasululah melarang penyembahan berhala sehingga tidak akan ada lagi berhala yang terjual, ajaran rasulullah tentang persamaan derajat seluruh manusia akan menghapuskan kebangsawanan dan kekuasaan suku quraisy sehingga pengahasilan dari orang-orang berhaji akan hilang. 
b.      Kebiasaan dari Nenek Moyang
Menyembah berhala merupakan tradisi nenek moyang suku quraisy, jauh sebelum Makkah dikuasai oleh Quraisy masyarakat makkah sudah mnyembah Berhala. Selain itu kebiasaan berbuat dosa member rasa takut tersendiri kepada kaum Quraisy dengan ajaran siksa akhirat bagi orang yang berbuat dosa.






DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamid, Muhammad Muhyi Al Din Abdu, Siratu Al-Nabiy, Mesir, Hijazi, tth.

Al-Khusaini, H.M.H. Al-Hamid, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., Bandung, Pustaka Hidayah, 2009.

Al-Usairy, Ahmad, al tarikh al islami, diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Sejarah Islam; Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta, Akbar Media, 2003.

Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 2009.

Black, Antony, The History of Islamic Political Thought: Prom the Prophet to the Present, diterjemahkan oleh Abdullah ali dan Mariana Ariestiyawati dengan Judul Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi  Hingga Masa Kini, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Hitti, Philip K., History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan judul History of The Arabs, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2005.

Khudhori, Muhammad, Nur Al Yaqin fi sirati Sayyidil Al Mursalin, Beirut, Darul Fikri, 1994.

Lapidus, IRA.M., A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2000.

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Kelasik; Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Bogor, Kencana, 2003.

Syahin, Marwan Muhammad Musthofa dan Musthofa Muhammad al Sayyid Abu ‘Umarah,  Al Sirah Al Nabawiyah, Mesir, Al Azhar, 1999.

Syalabi, A., At- Tarikh Al Islami wal Hadhratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhyar yahya dan Sanusi latif dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Pustaka Al Husna Zikra, 2003.

Thohir, Ajid, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah, Bandung, Pustaka Setia, 2004.

__________, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam; melacak Akar-akar sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.

Yatim, Badri (ed.), “Gua Hira”, Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Logos wacana Ilmu, 1996.

____________, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2008.

Zulkifli, Gelar dalam Islam; Sejarah, Asal Usul dan Makna Gelar dalam islam, Yogyakarta, Pinus Book Publisher, 2009.

 


[1]Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan judul History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 103.
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 9.
[3]Ajid Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 50.
[4]Ahmad Al Usairy, al tarikh al islami, diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Sejarah Islam; Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2003), h. 83.
[5]Badri Yatim, op., cit. h. 9.
[6]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Kelasik; Perkembangan Ilmu Pengetahuan, (Bogor: Kencana, 2003), h. 13.
[7]Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 61.
[8]A. Syalabi, At- Tarikh Al Islami wal Hadhratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhyar yahya dan Sanusi latif dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Pustaka Al Husna Zikra, 2003), h.29.
[9]Marwan Muhammad Musthofa Syahin dan Musthofa Muhammad al Sayyid Abu ‘Umarah,  Al Sirah Al Nabawiyah, (Mesir: Al Azhar, 1999), h. 44.
[10]Muhammad Khudhori, Nur Al Yaqin fi sirati Sayyidil Al Mursalin, (Beirut: Darul Fikri, 1994), h. 9.
[11]Badri Yatim, op., cit. h. 17.
[12]H.M.H. Al-Hamid Al-Khusaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), h. 232
[13]Badri yatim, op., cit. h. 18.
[14]Badri yatim (ed.), “Gua Hira”, Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1996), h. 49.
[15]IRA.M. Lapidus, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), h. 32.
[16]H.M.H. Al-Hamid Al-Khusaini, op., cit. h. 275.
[17]Badri Yatim, op., cit. h. 21
[18]Ahmad Al Usairy, op., cit. h. 89.
[19]H.M.H. Al Hamid Al Khuasaini, op., cit. h. 343.
[20]Badri Yatim, op., cit. h.22.
[21]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam; melacak Akar-akar sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 14.
[22]Badri Yatim, op., cit. h. 23.
[23]Ibid, h. 24.
[24]Muhammad Muhyi Al Din abdu al hamid, Siratu Al Nabiy, ( Mesir: Hijazi,tth), h. 5. Lihat juga Zulkifli, Gelar dalam Islam; Sejarah, Asal Usul dan Makna Gelar dalam islam, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009), h. 148.
[25]Ahmad Al usairy, op., cit. h. 101.
[26]Antony Black, The History of Islamic Political Thought: Prom the Prophet to the Present, diterjemahkan oleh Abdullah ali dan Mariana Ariestiyawati dengan Judul Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi  Hingga Masa Kini, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), h.35.
[27]Syamsul Munir amin,  op., cit. h. 66.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Web Kuliah Abdullah | Powered by Blogger | Design by ronangelo Theme Editor: Abdullah Jejangkit | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com