|
A. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. dan merupakan agama yang terakhir dan satu-satunya
diakui oleh Allah swt.
Agama islam ini sebagai pengganti
agama-agama pendahulunya seperti Agama Nasrani yang dibawa olah Nabi Isa as.
Agama terakhir ini pun sebagai agama penyempurna dari agama-agama pendahulunya.
Agama islam diturunkan di Makkah karena pada
saat itu Makkah merupakan tempat kaum
Jahiliyah yang hidup dalam kesesatan. Untuk menghilangkan kesesatan tersebut
Islam datang dengan ajaran-ajaran Ilahiyah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
saw. Ajaran islam tidak hanya tentang ketuhanan saja namun sampai kepada ajaran
tentang persamaan hak manusia. Tetapi ajaran Islam tersebut menuai penolakan
yang silih berganti dari kaum kafir Quraisy sebagai penduduk mayoritas Makkah
saat itu.
Penolakan-penolakan tersebut terjadi terus
menerus dari penolakan ringan seperti mendustakan ajaran islam dan memperolok
Nabi Muhammad saw. sampai penolakan keras dengan cara perencanaan pembunuhan
terhadap Nabi Muhammad saw. Walaupun besarnya penolakan tersebut Nabi Muhammad
saw. tetap tabah dan melaksanakan dakwanya kepada masyarakat Makkah. Berbagai
cara Nabi Muhammad melakukan dakwahnya dari sembunyi-sembunyi sampai yang
terang-terangan.
|
B. MAKKAH
SEBELUM ISLAM
Makkah merupakan salah satu kota di Hijaz,
nama Makkah berasal dari bahasa Saba yaitu “Makuraba” yang mempunyai
arti tempat suci. Dari arti kata tersebut Makkah merupakan kota suci yang
dijadikan tempat pusat keagamaan jauh sebelum kedatangan Rasulullah
menyampaikan Risalahnya.[1]
Hal ini dikarenakan di Makkah terdapat tempat suci yang menjadi pusat
peribadatan yaitu Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim beserta puteranya Nabi
Ismail AS.
Makkah juga merupakan kota penting di
Jazirah arab, hal ini dikarenakan dengan letak dan tradisinya. Makkah terletak
di jalur perdagangan yang menghubungkan antara Yaman dan Syiria.[2] Kota Makkah terletak di perut lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit
dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu
Qubais) dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qa’aiqa’ dan keduanya
berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah. Dan dikenal bagian yang
rendah dari lembah tersebut dengan Al-Bathhaa’ yang ada padanya Ka’bah dan
dikelilingi oleh rumah-rumah orang Quraisy, sedangkan bagian yang tinggi
dikenal dengan Al-Mu’alaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang
berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang
Quraisy Dzawahir yaitu orang-orang pedalaman (A’rob) Quraisy yang miskin dan
merupakan serdadu-serdadu perang, akan tetapi mereka ini di bawah kaum Quraisy
Batha’ (yang tinggal di batha’) dalam kebudayaan, kekayaan dan martabatnya.
Dalam bidang ekonomi masyarkat Makkah
mayoritas merupakan sebagai pedagang, Mereka membawa dagangannya keliling ke
berbagai daerah. Di dalam Al-Qur’an pernah menceritakan hal tersebut yaitu:
É#»n=\}
C·÷tè%
ÇÊÈ öNÎgÏÿ»s9¾Î)
s's#ômÍ
Ïä!$tGÏe±9$#
É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ
Artinya
1. karena
kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim
panas.
(QS: Al Quraisy 1 – 2)
Orang Quraisy biasanya Mengadakan
perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke
negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan
keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. Selain berdagang kaum Quraisy juga
berperan sebagai duta keliling bagi masyarakat Makkah, sekalipun dalam
perjalannya tersebut tidak ada yang mengirimnya secara resmi.[3]
Hal ini digunakan untuk memperkenalkan Ka’bah sebagai pusat peribadatan
sehingga banyak masyarakat arab yang mengunjunginya.
Agama mayoritas penduduk Makkah sebelum
masuknya Islam adalah penyembah berhala. Sedangkan orang yang pertama kali
membawa berhala ke Makkah adalah ‘Amr bin Luhay al-Khuza’I ketika Bani Khuza’ah
berkuasa di Makkah. Berhala tersebut dibawa dari Syam dan kemudian agama
berhala ini terus berkembang pesat diantara masyarakat Makkah.[4]
Berhala yang terbanyak terdapat di Ka’bah yang berjumlah 360 buah yang
mengelilingi berhala utama yg bernama Hubal.[5] Sehingga
Agama yang dibawa Nabi Ibrahim hilang kemayoritasannya dan hanya tersisa dalam
pengagunggan Baitullah.
Dalam bidang ilmu pengetahuan penduduk
makkah tergolong ketinggalan, ini terlihat dari kota Makkah yang hanya memiliki
17 orang yang pandai membaca dan menulis.[6]
Hal ini disebabkan karena penduduk Arab ketika itu lebih suka menghafal dari
pada membaca atau menulis sehingga semua syair-syair yang dibuat ketika itu
hanya dihafal saja dan juga dengan kebiasaan mereka yang suka menghafal Nasab
atau keturunan.[7]
Sehingga sampai saat ini sangat sulit sekali melacak sejarah Makkah sebelum
Islam. Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun
sebelum kedatangan Islam.[8]
C. KEHIDUPAN
NABI MUHAMMAD SEBELUM KERASULAN
Nabi Muhammad berasal dari keturunan para pendahulu yang di
muliakan oleh Allah swt. Nasab Nabi Muhammad adalah Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ai bin Galib bin Fihr bin Malik bin Al Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Nadhr bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan.[9]
Nabi
Muhammad lahir di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awwal di suatu tempat yang tidak begitu jauh dengan
Ka’bah pada tahun Gajah yaitu bertepatan dengan datangnya tentara bergajah yang
dipimpin oleh Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah. Semenjak lahir, beliau tidak
pernah melihat ayahnya karena meninggal ketika Nabi Muhammad masih dalam
kandungan sedangkan ibunya meninggal
pada saat beliau berumur 6 tahun. Oleh karena itu kakeknya Abdul Muthallib yang
mengasuh dan membesarkannya.
Muhammad kecil disusukan kepada Halimah
binti Dzuaib As Sa’diyah, hal ini merupakan menjadi tradisi orang Arab yaitu
menyusukan anaknya kepada orang lain.[10] Pada masa remajanya dipergunakan sehari-hari
untuk mengembala kambing baik kambing keluarganya maupun kambing penduduk
Makkah. Melalui kegitan itulah Nabi Muhammad mulai berpikir dan merenung[11].
Ketika kakeknya meninggal maka nabi Muhammad disuh oleh Abu Thalib dan ketika
itu nabi Muhammad berusia 8 tahun. Abu Thalib memberikan pendidikan kepadanya
dan mengarahkannya terjun ke dunia bisnis sehingga Nabi Muhammad bepergian
bersama Abu thalib berniaga ke negeri Syam.
Kepergian Nabi Muhammad ke Negeri Syam pertama
kali pada usia 12 tahun dengan membawa barang-barang dagangan Khadijah dan
berkat kelihaian cara berdagang beliau mendapat untung yang sangat besar yang
belum pernah diterima oleh Khadijah sebelumnya dan ini menambah eratnya
hubungan antara Khadijah dengan Nabi Muhammad. Selain itu Khadijah tertarik
dengan Nabi Muhammad karena keluhuran budi pekertinya yang melebihi pemuda mana
pun di Makkah.[12]
Hubungan erat ini berakhir ketika nabi Muhammad mengawini Khadijah yang kala
itu usia Muhammad 25 tahun dan Khadijah berusia 40 tahun.
Pada saat Nabi Muhammad berusia 35 tahun, terjadi peristiwa penting yang memperlihatkan
kebijaksanaan Nabi
Muhammad, yaitu pada saat
Ka’bah rusak berat. Orang-orang Makkah secara gotong-royong memperbaikinya.
Akan tetapi pada saat peletakkan Hajar Aswad mereka bertengkar tentang siapa
yang lebih berhak memindahkan Hajar Aswad. Akhirnya mereka sepakat bahwa
“barang siapa yang masuk pertama ke Ka’bah melalui pintu Shafa maka dia berhak
meletakan Hajar Aswad tersebut atau berhak memutuskan siapa yang berhak
meletakkannya”. Pada waktu itu orang pertama yang masuk ke dalam Ka’bah melalui
Shafa adalah Nabi Muhammad, tapi dengan kebijaksanaan Nabi Muhammad, Hajar Aswad tersebut
diletakkan secara bersama-sama dengan cara Hajar Aswad diletakkan di sebuah kain
yang terbentang kemudian seluruh kepala suku memegang setiap ujungnya dan
membawanya bersama-sama ke Ka’bah.[13]
Setelah mengawini Khadijah Nabi Muhammmad
sering menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat yang dikenal dengan
kerendahann moral mereka. Nabi Muhammad, di samping tidak pernah
berbuat dosa (ma’shum) beliau juga selalu beribadah dan berkhalwat atau menyendiri. Tempat yang beliau pilih adalah Gua Hira, sebuah goa
yang terletak di puncak gunung hira berjarak 6 km dari kota Makkah.[14] Kepergiannya ke tempat itu untuk menyucikan
jiwanya dan mengikis keragu-raguan yang ada dalam dirinya dan juga lantaran
kerinduan untuk mencari kebenaran (tahannus dan tahannuf). Pada saat
inilah Nabi Muhammad. Menerima wahyu
pertama sebagai legitimasi beliau menjadi Rasul. Ayat pertama adalah surah Al-‘Alaq
ayat 1-5 pada tanggal 17 Ramdhan. Hal ini terjadi menjelang
usia Nabi Muhammad yang ke 40.
Sebelum melakukan penyendirian tersebut,
sebenarnya Nabi Muhammad pernah menerima saran dan dukungan dari seorang Hanif-
pengikut Monotheisme Arabian yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
namun bukan sebagai pengikut yahudi atau nasrani. Dia mengajarkan kepada
Muhammad tentang kesia-siaan penyembahan berhala.[15]
D. DAKWAH
RASULULLAH DAN TANGGAPAN KAUM MAKKAH
Ketika wahyu pertama
turun, Nabi belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan
mengesakan Allah swt. Jibril tidak lagi
datang untuk beberapa waktu lamanya sehingga Rasulullah amat pilu dan sedih.[16] Pada saat sedang
menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua surah Al-Mudatstsir ayat 1-7,
yang menjelaskan akan tugas Rasulullah saw. untuk menyeru umat manusia
menyembah dan mengesakan Allah swt.
Dengan perintah
tersebut Rasulullah SAW mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah
pertama beliau adalah pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang
beriman dan mengikutinya ialah Khadijah, disusul Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Setelah itu beliau
menyeru kepada Abu Bakar. Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar beberapa teman
dekatnya juga masuk Islam yaitu Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman
bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah.[17]
Tiga tahun lamanya
Rasulullah saw. melakukan dakwah secara rahasia. Kemudian turunlah firman Allah swt., surat Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan
agar Rasulullah berdakwa secara terang-terangan. Pertama kali seruan yang bersifat umum ini
beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk Makkah baik golongan
bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya. Setelah itu pada kabilah-kabilah Arab
dari berbagai daerah yang datang ke Makkah untuk mengerjakan haji. Sehingga
lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Demikianlah
perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat untuk meyakinkan orang Makkah
bahwa agama Islamlah yang benar dan berasal dari Allah swt, akan tetapi
kebanyakan orang-orang kafir Quraisy di Mekkah menentang ajaran Nabi Muhammad
SAW tersebut yang mereka anggap ajaran baru, salah satunya dengan cara
mengatakan bahwa Muhammad sudah gila dan penyihir.[18]
Dengan adanya dakwah
Nabi secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Makkah, maka banyak
penduduk Makkah yang mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an yang sangat hebat,
memiliki bahasa yang terang (fasihat) serta menarik. Sehingga lambat
laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Dengan usaha yang serius
pengikut Nabi Muhammad
saw. bertambah, sehingga pemimpin kafir Quraisy yang tidak
suka bila Agama Islam menjadi besar dan kuat berusaha keras untuk menghalangi
dakwah Nabi dengan melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap orang mukmin.
Banyak hal yang
dilakukan para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi. Pada mulanya mereka
mengira bahwa kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu
Thalib. Mereka mengancam dan menyuruh Abu Thalib untuk memilih dengan menyuruh
Nabi berhenti berdakwa atau menyerahkannya pada orang kafir Quraisy. Karena
cara–cara diplomatik dan bujuk rayu gagal dilakukan, akhirnya para pemimpin
Quraisy melakukan tindakan fisik yang sebelumnya memang sudah dilakukan namun
semakin ditingkatkan. Apabila orang Quraisy tahu bahwa dilingkungannya ada yang
masuk Islam, maka mereka melakukan tindakan kekerasan yang semakin intensif lagi. Para
budak-budak yang masuk islam menjadi bahan siksaan para pembesar Kafir Quraisy
sehingga banyak pemeluk Islam yang mati memegang teguh keislamannya.[19]
Kekejaman yang
dilakukan oleh peduduk kafir Quraisy Mekkah terhadap kaum
muslimin mendorong Nabi
Muhammad saw. untuk mengungsikan
sahabat–sahabatnya keluar Makkah. Sehingga pada tahun ke-5 kerasulan Nabi
Muhammad saw. menetapkan Habsyah (Etiophya)[20] sebagai
negeri tempat untuk mengungsi, karena Negus rajanya pada saat itu sangat adil
walaupun dia beragama Nasrani.[21] Namun
kafir Quraisy tidak terima dengan perlakuan tersebut, maka mereka berusaha
menghalangi hijrah ke Habsyah dengan membujuk raja Habsyah agar tak menerima
kaum muslimin, namun gagal.
Ditengah-tengah
sengitnya kekejaman itu dua orang kuat Quraisy masuk. Islam yaitu Hamzah dan
Umar bin khattab sehingga memperkuat posisi umat Islam. Hal ini memperkeras
reaksi kaum Quraisy Mereka menyusun strategi baru untuk melumpuhkan kekuatan
Muhammad saw. yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah
pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini.
Persetujuan dilakukan dan ditulis dalam bentuk piagam dan disimpan dalam Ka’bah. Akibatnya Bani
Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya.
Hal ini terjadi pada tahun ke –7 kenabian dan berlangsung selama 3 tahun[22] yang
merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan ini
berhenti setelah para pemimpin Quraisy sadar terhadap tindakan mereka yang
terlalu. Namun selang beberapa waktu Abu Thalib meninggal Dunia, tiga hari
kemudian istrinya, Khodijah pun wafat. Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad (Amul
Huzni). Sepeninggal dua orang pendukung tersebut kaum
Quraisy tak segan– segan melampiaskan amarahnya. Karena kaum Quraisy tersebut,
Nabi berusaha menyebarkan Islam keluar kota, namun Nabi Muhammad saw. malah diejek, disorak
bahkan dilempari batu hingga terluka di bagian kepala dan badan.
Pada suasana menyedihkan tersebut Allah swt. Menghibur Rasulullah dengan mengisra’
mi’raj-kan yang terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Berita tentang Isra’
Mi’raj ini menggemparkan ke seluruh masyarakat
Makkah, ada yang percaya dengan peristiwa ini tapi banyak yang
mendustakannya. Bagi kaum kafir Quraisy hal ini merupakan kesempatan untuk
mempropagandakan dalam pendustaan kepada Rasulullah namun bagi umat Islam hal
ini merupakan ujian keimanan.[23]
Salah seorang sahabat rasulullah yang dengan tegas mengimani Isra’ Mi’raj
adalah Abu Bakar sehingga mulai saat itu dia mendapat kan gelar Al-Siddik.[24]
Kekejaman Kafir Quraisy sampai pada rencana pembunuhan Rasulullah.[25]
Untuk menghindari hal tersebut maka Rasulullah berhijrah ke Madinah beserta
para kaum Muslimin guna meluaskan ajaran Islam di kalangan Masyarakat Madinah.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AJARAN
RASULULLAH DI MAKKAH.
Ketika Rasulullah menyampaikan dakwah
sembunyi-bunyi kaum kafir Quraisy tidak mengira bahwa ajaran Rasulullah akan
berhasil dan diikuti oleh banyak dari penduduk Makkah. Namun setelah ajaran Rasulullah
mendapat respon dan diikuti oleh penduduk Makkah kaum Kafir Quraisy melancarkan
aksi-aksinya untuk menghalagi tersebarnya ajaran Islam ini.
Adapun hal-hal yang menyebabkan penolakan
ajaran Rasulullah adalah sebagai berikut:
a. Persaingan Memperebutkan Kekuasaan
Kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara
kenabian dan kekuasaan atau antara kenabian dan kerajaan. Mereka menganggap
bahwa bahawa pemimpin keagamaan akan merangkap menjadi pemimpin pemerintahan
sehingga tunduk kepada agama Muhammad adalah berarti tunduk kepada kekuasaan
Abdul Muthallib. Sedangkan suku-suku Quraisy selalu bersaing untuk
memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Dengan hal itu maka kekuasaan mereka akan
hilang di Makkah apabila mengikuti ajaran Muhammad.
b. Penyamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta
hamba sahaya
Bangsa Arab di Makkah hidup berkasta-kasta,
tiap-tiap manusia digolongkan kepada
kasta yang tidak boleh dilampauinya. Tetapi ajaran Rasulullah memberikan hak
yang sama kepada manusia dan menggabungkan semua suku-suku dalam satu ikatan[26]
dengan hak dan kewajiban yang sama . Hak yang sama inilah suatu dasar yang
penting dalam ajaran Islam, karena itu kasta bangsawan dari kaum Quraisy enggan
menganut ajaran Islam karena mereka menganggap akan meruntuhkan tradisi dan
dasar kehidupan mereka. Tidak hanya itu
saja hal yang mempengaruhinya adalah karena pada kasta bangsawan para bangsawan
memperoleh keistimewaan-keistimewaan di kalangan penduduk Makkah, seperti
pengelolaan ka’bah yang menghasilkan keuntungan yang sangat besar dari para
peziarah Ka’bah.
c. Takut dibangkit
Agama islam mengajarkan bahwa pada hari
kiamat, manusia akan dibangkitkan dari kuburnya, dan bahwa perbuatan akan
dihisab. Orang yang berbuat baik, kebaikannya itu akan dibalas, sebagaimana
orang-orang berdosa akan disiksa karena kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya.
Kaum Quraisy tak dapat menerima agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia akan
hidup kembali setelah mati.
d. Taklid dengan nenek Moyang
Taklid kepada nenek moyang secara membabi
buta dan mengikuti langkah-langkah
mereka dalam soal-soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang
berurat akar pada bangsa Arab. Karena itu amat beratlah terasa oleh mereka
meningggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama baru.
e. Hilangnya perniagaan Berhala
Salah satu usaha orang makkah adalah
memahat atau membuat patung berhala yang menggambarkan Latta, Uzza, manah dan Hubal
yang mereka yakini sebagai Tuhan semesta alam. Berhala-berhala tersebut dijual
kepada para jamaah-jamaah haji yang
beribadah di Ka’bah. Para jamaah
tersebut membelinya untuk mengaharapkan kesempurnaan berhala, berkah
ataupun hanya sekedar kenang-kenangan dari Makkah. Dengan ajaran Rasulullah
yang melarang adanya Berhala maka para saudagar-saudagar Berhala merasa
dirugikan oleh rasulullah dan selanjutnya menentang ajaran tersebut.[27]
F. PENUTUP
Dari pembahasan makalah ini, penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Makkah merupakan salah satu kota penting di
hijaz, hal ini dikarenakan letaknya yang strategis yang menjadi jalur
perdagangan antara yaman dan Syiria. Selain itu. Makkah juga menjadi kota suci
karena pada saat itu Makkah menjadi pusat peribadatan yang bertempat di Ka’bah.
2. Agama penduduk Makkah mayoritas adalah
penyembah berhala. Agama ini sudah ada sejak Bani Khuza’ah berkuasa di Makkah ketika
Amr bin Luhay Al-Khuza’I membawa berhala dari Syam dan kemudian meletakkannya
di Ka’bah. Agama ini bertahan sampai turunya Islam yang di bawa oleh Nabi
Muhammad saw.
3. Nabi Muhammad adalah keturunan bani hasyim
yang dijaga kemuliaan nasabnya oleh Allah swt. Selain itu Nabi Muhammad adalah
seorang yang mempunyai sikap, prilaku dan kebijaksanaan yang melebihi semua
orang yang ada di Makkah sehingga Khadijah seorang perempuan kaya raya tertarik
kepadanya dan akhirnya mereka menikah. Setelah pernikahan itu Nabi Muhammad
sering menyendiri di Gua Hira sampai akhirnya mendapatkan wahyu yang diturunkan
oleh Allah yaitu surah Al ‘Alaq ayat 1-5.
4. Dakwah Rasulullah dalam menyampaikan
ajarannya dilakukan secara bertahap. Mula-mula bersifat sembunyi-sebunyi kepada
orang-orang terdekat dan kemudian dilakukan secara terang-terangan kepada
seluruh penduduk Makkah. Meliaht hal itu para suku Quraisy marah dan mencoba
berbagai cara untuk menghenttikan dakwah tyersebut namun tidak berhasil.
5. Ada beberapa factor yang menyebabkan
penolakan suku Quraisy terhadap ajaran Rasulullah yaitu:
a. Materi dan Kekuasaan
Kaum Quraisy sangat takut kehilangan materi (penghasilan) karena ajaran
Rasululah melarang penyembahan berhala sehingga tidak akan ada lagi berhala
yang terjual, ajaran rasulullah tentang persamaan derajat seluruh manusia akan
menghapuskan kebangsawanan dan kekuasaan suku quraisy sehingga pengahasilan
dari orang-orang berhaji akan hilang.
b. Kebiasaan dari Nenek Moyang
Menyembah berhala merupakan tradisi nenek moyang suku quraisy, jauh
sebelum Makkah dikuasai oleh Quraisy masyarakat makkah sudah mnyembah Berhala.
Selain itu kebiasaan berbuat dosa member rasa takut tersendiri kepada kaum
Quraisy dengan ajaran siksa akhirat bagi orang yang berbuat dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamid, Muhammad Muhyi Al Din Abdu, Siratu
Al-Nabiy, Mesir, Hijazi, tth.
Al-Khusaini, H.M.H. Al-Hamid, Riwayat
Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., Bandung, Pustaka Hidayah, 2009.
Al-Usairy, Ahmad, al tarikh al islami,
diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Sejarah Islam; Sejak Nabi Adam
Hingga Abad XX, Jakarta, Akbar Media, 2003.
Amin, Syamsul Munir, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta, Amzah, 2009.
Black, Antony, The History of Islamic
Political Thought: Prom the Prophet to the Present, diterjemahkan oleh
Abdullah ali dan Mariana Ariestiyawati dengan Judul Pemikiran Politik Islam
dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,
Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Hitti, Philip K., History of The Arabs;
From the Earliest Times to the Present, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman
Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan judul History of The Arabs, Jakarta,
Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Khudhori, Muhammad, Nur Al Yaqin fi
sirati Sayyidil Al Mursalin, Beirut, Darul Fikri, 1994.
Lapidus, IRA.M., A History of Islamic
Societies, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah
Sosial Umat Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2000.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam
Kelasik; Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Bogor, Kencana, 2003.
Syahin, Marwan Muhammad Musthofa dan
Musthofa Muhammad al Sayyid Abu ‘Umarah,
Al Sirah Al Nabawiyah, Mesir, Al Azhar, 1999.
Syalabi, A., At-
Tarikh Al Islami wal Hadhratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhyar yahya
dan Sanusi latif dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta, Pustaka Al
Husna Zikra, 2003.
Thohir, Ajid, Kehidupan Umat Islam Pada
Masa Rasulullah, Bandung, Pustaka Setia, 2004.
__________, Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam; melacak Akar-akar sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat
Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.
Yatim, Badri (ed.), “Gua
Hira”, Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Logos wacana Ilmu, 1996.
____________, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta,
Rajawali Pers, 2008.
Zulkifli, Gelar dalam Islam; Sejarah,
Asal Usul dan Makna Gelar dalam islam, Yogyakarta, Pinus Book Publisher,
2009.
[1]Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the
Present, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan
judul History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h.
103.
[4]Ahmad Al Usairy, al tarikh al islami, diterjemahkan oleh Samson
Rahman dengan judul Sejarah Islam; Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX,
(Jakarta: Akbar Media, 2003), h. 83.
[6]Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Kelasik; Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, (Bogor: Kencana, 2003), h. 13.
[8]A. Syalabi, At-
Tarikh Al Islami wal Hadhratul Islamiyah, diterjemahkan oleh Mukhyar yahya
dan Sanusi latif dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, (Jakarta:
Pustaka Al Husna Zikra, 2003), h.29.
[9]Marwan Muhammad Musthofa Syahin dan Musthofa Muhammad al Sayyid Abu
‘Umarah, Al Sirah Al Nabawiyah,
(Mesir: Al Azhar, 1999), h. 44.
[10]Muhammad Khudhori, Nur Al Yaqin fi sirati Sayyidil Al Mursalin,
(Beirut: Darul Fikri, 1994), h. 9.
[12]H.M.H. Al-Hamid Al-Khusaini, Riwayat Kehidupan Nabi
Besar Muhammad saw., (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), h. 232
[14]Badri yatim
(ed.), “Gua Hira”, Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam,
(Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1996), h. 49.
[15]IRA.M. Lapidus, A History of Islamic Societies, diterjemahkan
oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2000), h. 32.
[21]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam; melacak
Akar-akar sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 14.
[24]Muhammad Muhyi Al Din abdu al hamid, Siratu Al Nabiy, ( Mesir:
Hijazi,tth), h. 5. Lihat juga Zulkifli, Gelar dalam Islam; Sejarah, Asal
Usul dan Makna Gelar dalam islam, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009),
h. 148.
[26]Antony Black, The History of Islamic Political Thought: Prom the
Prophet to the Present, diterjemahkan oleh Abdullah ali dan Mariana
Ariestiyawati dengan Judul Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), h.35.
0 komentar:
Posting Komentar